(pelitaekspres.com) -PAPUA – Kebijakan Otonomi khusus bagi Papua dan Papua barat merupakan bentuk pelaksanaan dari Pasal 18b UUD 1945, berbunyi “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus/ istimewah, dan Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonal sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI”.
Mewakili Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Valentinus Sudarjanto Sumito, S.IP, M.Si, pada Webinar Cerdas Berdemokrasi Seri Ke-5 dengan tema “UU Otsus Papua untuk Apa dan untuk Siapa?”yang terlaksana atas kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dan Hukum Online yang dilaksanakan pada Kamis, 05/08/2021.
Menurut Valentinus bahwa berdasarkan amanat Pasal 18b UUD 1945, maka menjadi dasar dalam perwujutan dan pengakuan Negara atas kekhususan Papua. Adapun tujuan Otsus Papua yaitu memberikan Afirmasi atau proteksi terhadap orang Asli Papua antara lain meningkatkan taraf hidup masyarakat OAP.
Mewujudkan keadilan dalam hal pemerataan dan percepatan pembangunan, dan serta penghormatan hak-hak dasar OAP, selanjutnya untuk mendorong penerapan Tata kelola pemerintahan yang baik.
Bagaimana gambaran evaluasi implementasi UU Otsus di Papua? Kami mencoba melihat dari tata kelola keuangan yang sudah berlangsung 20 tahun. Dari aspek perencanaan, karena belum ada grand desain maka dalam pelaksanaannya belum terarah ungkapnya.
Arah penggunaan selama ini masih secara umum, jadi itu bisa dilakukan apa saja yang tidak sesuai perencanaan. Kami melihat seperti, apa yang menjadi kebutuhan mendesak maka anggaran dapat langsung digunakan kesana.
Selain itu, kami juga melihat dari sisi alokasi anggaran, selama ini hanya ke provinsi sehingga selama ini banyak narasi yang berkembang oleh Bupati maupun Walikota yang menilai bahwa alokasi anggaran ini belum berkeadilan dalam arti memberikan aspek keadilan alokasi anggaran.
Dalam aspek pembinaan dan pengawasan, tidak ada pengaturan yang lebih spesifik kepada pihak yang memberikan pembinaan dan pengawasan terkait penggunaan anggaran Otsus Papua. Jadi selama ini pengawasan selama ini hanya bersifat umum terkait laporan realisasi dan tidak secara khusus fokus pada Outcome dari apa yang dilakukan dari pengawasan itu sendiri.
Jika kita melihat kondisi geografis Papua dengan luas Papua yang begitu besar ditambah nilai IKKN tertinggi di Indonesia dipandang sebagai kendala atas percepatan pembangunan di Papua. Hal ini turut berdampak atas, rentang kendali pemerintahan yang dinilai masih lebar dan jauh.
Sehingga dampaknya biaya aktifitas pemerintahan yang sangat tinggi, dan rendahnya kualitas pelayanan publik. Kondisi empiris juga menunjukkan bahwa dominasi wilayah pegunungan masih hidup dengan ekonomi yang tinggi.
Apa yang sudah dilakukan selama 20 tahun implementasi pelaksanaan Otsus Papua tergambar dalam persepsi OAP dan juga pada kajian LIPI tahun 2017 bahwa pengawasan pemerintah belum maksimal. Seperti fungsi BPK RI yang hanya melakukan pemeriksaan rutin terhadap APBD, dan juga pada BPKP yang melakukan Monitoring dan evaluasi (Monev) karena permintaan pemerintahan pusat, urainya.
Kenapa ini terus terjadi, karena misalnya proses pemeriksaan selalu dilakukan dikota sebab adanya alasan kondisi geografis yang berat dan ini juga sering menjadi alasan. Kita juga bisa melihat misalnya pada tahun 2021 ini, BPK juga memberikan catatan penggunaan dana Otsus yang belum maksimal. Contohnya realisasi kegiatan penggunaan dana, yang sepenuhnya belum bermanfaat bagi masyarakat.
Kita juga punya data misalnya di Tahun 2016 ditemukan bahwa di provinsi Papua belum menyusun rencana jangka menegah dan rencana definitif belum memadahi sehingga belanja Otsus Papua tidak memberikan manfaat bagi OAP. Situasi inilah yang terus bergulir sehingga dianggap dana Otsus Papua tidak memberikan manfaat bagi OAP.
Pada Webinar ini, hadir sebagai narasumber Dr. Velix Vernando Wanggai selaku Wakil Ketua Desk Papua, yang juga menjabat Kepala Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja Kementerian BPN/ Bappenas RI, serta Ibu Dorince Mehue, Pokja Agama Anggota MRP, yang dipandu oleh Akademisi dosen HI Uncen Laus D.C. Rumayom, S.Sos, M.Si, (ed.zri).