(pelitaekspres.com) – BLITAR – Mata pencaharian di tutup (penambangan pasir) Warga di sekitar aliran Kali Bladak, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, menggelar aksi damai di Mapolres Blitar Kota pada Senin (03/03/2025).

Penutupan sejumlah tambang rakyat, baik yang pakai alat berat maupun manual di Kabupaten Blitar berdampak buruk bagi keberlangsungan ekonomi masyarakat sekitar. Ratusan pekerja tambang kini kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan penutupan yang dilakukan pihak kepolisian.

Penutupan tambang tersebut disebabkan karena para pengusaha tambang melanggar aturan, terutama penggunaan alat berat dalam kegiatan pertambangan rakyat.

Kondisi ini membuat para pekerja tambang memprihatinkan, mulai dari sopir truk, pedagang hingga pekerja tambang itu sendiri, kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran.

Menyikapi hal ini, para warga di sekitar aliran Kali Bladak, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, menggelar aksi damai di Mapolres Blitar Kota.

Mereka terdiri dari pedagang makanan, sopir truk, dan pekerja tambang yang menggantungkan hidup dari aktivitas pertambangan di kawasan tersebut.

Warga menuntut agar ada kebijakan dari pemerintah dapat membuka kembali penambangan pasir yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian mereka . Namun, mereka menegaskan tidak ingin aparat penegak hukum melanggar ketentuan yang ada. Hal ini diungkapkan perwakilan warga, Endang W.

“Kami tidak ingin aparat penegak hukum (Polisi) melanggar hukum. Tapi kami berharap ada solusi yang adil bagi kami yang terdampak penutupan ini aktivitas pertambangan,” jelas Endang W.

Menyikapi aksi damai tersebut, Kapolres Blitar Kota, AKBP Titus Yudho Uly menegaskan, bahwa 16 dari 21 tambang pasir di wilayah hukum Polres Blitar Kota dilarang beroperasi karena belum memiliki izin resmi.

“Permintaan dibuka tidak kita setujui, karena tidak sesuai ketentuan. Tapi aspirasi mereka, hari ini akan kami koordinasikan dengan forkopimda dalam rapat nanti untuk mencari jalan keluar,” kata AKBP Titus Yudho Uly.

Kapolres Titus menambahkan, dari 21 titik tambang pasir yang berada di wilayah hukum Polres Blitar Kota, 5 di antaranya telah memiliki izin dan tetap diperbolehkan beraktivitas normal.

“Sudah tidak ada yang beroperasi sama sekali. Kecuali 5 perusahaan yang sudah berizin. Total ada 21 PT, hanya 5 yang berizin di wilayah Nglegok dan Ponggok,” imbuhnya.

Ia juga menandaskan, meskipun mendekati hari raya Idulfitri, larangan operasi bagi tambang ilegal tetap berlaku. Kapolres menekankan pentingnya kepatuhan terhadap hukum, sambil mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan penambangan secara ilegal.

“Kita sudah melihat dampaknya, seperti kerusakan aliran air. Kami imbau agar tidak ada penambangan ilegal,” tandasnya.

Aksi damai ini menggambarkan ketegangan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam, yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak, baik pusat maupun daerah.

Sementara itu aksi damai dilanjutkan ke kantor DPRD Kabupaten Blitar di temui anggota Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Aryo Nugroho mewakili  Ketua  Komisi III mengatakan, penutupan aktifitas tambang tersebut disebabkan para penambang melanggar aturan, terutama penggunaan alat berat dalam kegiatan penambangan rakyat.

“Mereka pertambangan rakyat, tapi menggunakan alat berat. Kan poinnya di situ,” kata Aryo.

Aryo juga mengungkapkan, pihaknya pun tengah berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Upaya tersebut antara lain dengan mendorong para penambang untuk mengurus izin usaha pertambangan dan mencarikan solusi alternatif mata pencaharian bagi masyarakat terdampak.

“Yang jelas, kami tengah mencarikan solusi, mendorong mereka untuk mengurus izin, karena yang berizin boleh menggunakan alat berat,” pungkasnya.

Terakhir, Komisi III DPRD Kabupaten Blitar juga berencana secepatnya menyampaikan keluhan dan masukan dari masyarakat terdampak kepada pimpinan DPRD dan Bupati Blitar agar segera ditemukan solusi yang tepat dan komprehensif termasuk koordinasi dengan kepolisian.(Mst)

Tinggalkan Balasan