(pelitaekspress.com) – BANYUMAS – Potensi perairan di Desa Petahunan, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memang sungguh luar biasa, sehingga wajar jika desa ini disebut negeri seribu mata air.

Di desa yang mempunyai ketinggian 420 mdpl ini, dikelilingi perbukitan sehingga mempunyai sejumlah obyek wisata akuatik yang sangat potensial, yaitu Curug Nangga, Curug Pengantin, Curug Cermin dan Tuk Pengasinan (sumber mata air asin).

Dengan lokasi di perbukitan ini, masyarakat juga menerapkan sistem pengairan terasering untuk mengairi persawahan mereka. Sedangkan untuk ladang atau tegalan, umumnya mengandalkan tadah hujan.

Dijelaskan Sekdes/Carik Petahunan, Sukmono (37), bahwa sistem pengairan di desanya juga memerlukan penataan untuk mengoptimalkan hasil pertanian penduduk. Rabu (8/7/2020).

Untuk itulah pihaknya berharap pasca TMMD Reguler yang telah memabngun jalan beton 1,8 kilometer dengan lebar 3,7 meter, berikut jembatan dan gorong-gorong, ada program bantuan lanjutan dari dinas terkait untuk penataan irigasi.

Tampak Sertu Aminudin, salah satu anggota Satgas TMMD Reguler 108 Banyumas, dari kesatuan Kodim 0701 Banyumas, melihat potensi air gunung yang berada di sekitar jalan beton TMMD.

“Luar biasanya potensi mata air yang ada di Petahunan jika dikelola dengan baik untuk pertanian. Untuk perikanan juga sangat potensial guna mendatangkan pemasukan untuk warga sekitar,” ungkapnya.

Terpisah, Babinsa Petahunan, Koramil 15 Pekuncen, Serka Eko Budi Wiyono menyatakan, sebenarnya pihaknya sudah memberikan masukan kepada Pemdes setempat soal potensi itu. hanya saja keburu adanya TMMD Reguler sehingga masih fokus ke hajatan lintas sektoral ini.

Untuk sekedar diketahui, selain potensi wisata air tersebut, di Petahunan juga ada obyek wisata yang cukup terkenal yaitu Watu Kumpul, yaitu wisata alam yang menyajikan pemandangan alam dari puncak bukit di bawah rindangnya pohon pinus.

Selain itu, juga ada potensi wisata religi yaitu Makam Eyang Gusti Aji, Waliyullah penyebar agama islam di Banyumas, dan juga petilasan Ki Ajar Wirangrong, mantan ksatria sakti jaman kerajaan Galuh, yang menjadi brahmana sakti mandraguna. (Ags/Aan)

Tinggalkan Balasan