(pelitaekspress.com)-BREBES-Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah KH Moh Nasrudin mengajak kepada seluruh masyarakat Brebes untuk mematuhi anjuran pemerintah. Ajakan ini terkait dengan ditetapkannya pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) oleh Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE MH. Diberlakukannya PKM, karena Brebes telah menjadi Zona Merah setelah 16 Warga Brebes alumni Ijtima Gowa Sulawesi Selatan terpapar positif Covid-19. Penetapan PKM mulai berlaku Rabu (6/5) hingga 28 hari ke depan.

Apa yang menjadi anjuran pemerintah, termasuk keputusan Bupati Brebes, harus kita patuhi, Ajak Kiai Nasrudin saat ditemui di rumahnya, kompleks Pesantren Modern Al Falah Jatirokeh, Songgom, Brebes, Jawa Tengah, Rabu (6/5).

Dalam perkara Corona, lanjutnya, ada pelajaran yang bisa kita petik yakni persoalan kepatuhan kepada Ulil Amri atau pemimpin. Pondok dan sekolah saja, saya liburkan. Dan itu bentuk kepatuhan pada pemerintah untuk kemaslahatan bersama, ujarnya.

Nahdliyin atau Warga NU menurut Nasrudin adalah warga yang paling cepet sadar, sangat patuh pada Pemerintah termasuk dalam persoalan Pandemi Covid-19. Apalagi Ketua PBNU nya sudah sejalan dengan pemerintah bahkan turut tandang untuk menghalau virus tersebut.

Berbagai kegiatan telah dilakukan secara serentak dan masif oleh NU dan badan otonomnya seperti penyemprotan disinfektan, pemakaian masker, edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pembagian jamu empon-empon yang sudah diberi doa-doa dan lain-lain.

Kita, umat Islam sudah diajarkan tentang kebersihan sebagian dari iman sejak 14 abad yang silam, dan oleh Corona kita diingatkan kembali untuk PHBS," ungkap mantan anggota DPR-RI.

Pengasuh Ponpes Modern Al Falah Jatirokeh Songgom itu memandang, pada umumnya di desa-desa sudah mematuhi anjuran Pemerintah. Seperti pemakaian masker dan jaga jarak serta cuci tangan pakai sabun.

Kiai Nasrudin menilai, sebagai umat Islam yang saat ini sedang melaksanakan puasa diminta

mensyukuri kedatangan Pandemi Corona, karena Allah telah memberi yang terbaik bagi kita. Corona telah mengingatkan kembali pentingnya menjaga kebersihan lahir dan batin. Bukan saja kotoran najis tapi juga kotoran hati, tidak boleh hasut, dengki, iri dan sombong.

Jangan anggap corona sebagai musibah, apalagi siksaan. Itu salah pandang. Corona yang diturunkan adalah nikmat yang harus disikapi secara bijak agar kita tidak terkena penyakit.

“Orang yang diberi penyakit itu, hakekatnya orang tersebut lagi di sayang Allah SWT. Firaun tidak pernah sakit, jadi sombong. Matinya kafir, cukup ditenggelamkan. Jadi, Allah memberikan segalanya untuk hamba-Nya adalah yang terbaik,” ungkapnya.

Perkembangan Corona di Brebes termasuk baik, lanjutnya, corona di Brebes cuma didengar dan dibicarakan oleh masyarakat kota dan sedikit orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuanitu. Masyarakat desa tidak membicarakan secara serius persoalan Corona. Biasa-biasa saja, mereka aktivitasnya seperti biasa.

Mereka mendengar dari aparat dan tokoh-tokoh masyarakat, yang kemudian orang-orang desa mematuhinya dengan menjaga kebersihan. Sehingga Corona tidak ada di desa, adanya di kota-kota besar yang tidak bisa menjaga pergaulan hubungan antara yang satu dengan yang lainnya.

Di masyarakat desa yang masyarakatnya dianggap bodoh, tidak berpengalaman justru lebih patuh pada pemerintah. Sehingga di Kabupaten Brebes relativ aman-aman saja.

“Kenapa sampai terpapar ke-16 orang itu, sambungnya, karena ketidakhati-hatian mereka dan mereka tidak mematuhi aturan pemerintah. Tidak patuh terhadap informasi yang diberikan pemerintah. Bukan terkena dari tetangganya, dari saudaranya, tetapi tertular dari orang lain, dari jauh, di Gowa Sulawesi Selatan,” paparnya.

Coba klau mereka sadar akan saran pemerintah, informasi dari pemerintah dalam rangka menyelematakan bangsa ini patuhi, maka tidak ada yang terkena. Di desa, di Brebes semuanya kondusif.

“Pondok pesantren juga sepi, biasanya bada Ashar nekung ngadepi kitab, malah melayani wartawan tanya soal Covid-19,” ucapnya sembari tertawa.

Kiai Nasrudin juga memaklumi kalau masih ada yang sholat taraweh berjamaah dan sholat jumat berjamaah. Menurutnya, sepanjang masih bisa menjaga komunukasi jarak jauh, pemakaian APD terutama masker, dan mematuhi protokol kesehatan, Sholat Jumat, Sholat Ied pun bisa digelar.

“Namun apakah bisa disiplin dalam antisipasi penularan covid-19 lewat pernafasan, persentuhan, kedekatan, saling memegang? Ini yang harus di waspadai. Maka alangkah baiknya mematuhi anjuran pemerintah,” tandasnya.

Terkait Fatwa MUI, kata Kiai Nasrudin, fatma jangan dianggap perintah. Bahwa fatwa itu kebijakan UIama Indonesia berkaitan dengan musibah yang dialami masyarakat Indonesia. Nah, di sini ulama memberi solusi. Bagi yang rawan, masuk zona merah maka tidak sholat Jumat pun tidak apa-apa dan diganti dengan sholat Dluhur di rumah atau di masjid sendirian.

“Umat yang belum pernah ngaji, memang kebingungan antara kewajiban Sholat Jumat yang digantikan Sholat Dluhur. Maka harus diluruskan pada niatnya,” ungkitnya.

Pada dasarnya, pemikiran masyarakat pedesaan sangat sederhana sekali. Masih berkutat pada persoalan ekonomi yang mereka hadapi. Masyarakat tidak tahu apakah Brebes Zona Merah, Kuning apa Hijau. Yang penting tertanam dalam benak mereka masih memikirkan tentang padinya bias menguning yang kelak bisa panen atau tidak. (wasdiun)

Tinggalkan Balasan