(pelitaekspres.com) -BLITAR – Sidang gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Blitar dengan tersangka korupsi IPAL senilai Rp 1,4 miliar, Glady Tri Handono, Hakim tunggal M Iqbal memutuskan menolak gugatan dengan pertimbangan yang ‘aneh’. Dasar penolakan gugatan menggunakan aturan yang baru terbit, jauh setelah adanya penetapan status tersangka oleh Kejari Kota Blitar.
Disampaikan Glady Tri Handono melalui juru bicara tim kuasa hukumnya, Hendi Priono kalau dalam sidang putusan PN Blitar, hakim membacakan pertimbangan hakim salah satunya, menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SE-MA) No 2 Tahun 2024 tentang Pemberlakuan Hasil Rumusan Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2024 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan yang ditetapkan pada, 17 Desember 2024.
“Padahal jelas-jelas dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: 24/M.5.22/Fd.2/12/2024 diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Blitar tertanggal 9 Desember 2024, tapi kenapa hakim menggunakan dasar aturan SE-MA yang baru ditetapkan 17 Desember 2024,” ujar Hendi, Senin(13″/2025) usai sidang di PN Blitar.
Dijelaskan Joko Trisno bersama anggota timnya, Suyanto dan Hendi, kalau asas hukum tidak berlaku surut atau asas non retroaktif. Yakni asas yang menyatakan bahwa satu undang-undang hanya berlaku, untuk peristiwa yang terjadi setelah undang-undang tersebut disahkan.
“Menurut kami pertimbangan hakim ‘aneh’ karena dasar yang digunakan, seharusnya SE-MA No 4 tahun 2016 saat penetapan tersangka 9 Desember 2024. Tapi kenapa hakim menggunakan dasar pertimbangan SE-MA No 2 tahun 2024 yang baru ditetapkan 17 Desember 2024,” jelasnya.
Dimana dalam SE-MA No 4 tahun 2016 menegaskan “instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan Instansi lain seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat//Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian negara.”
Dalam persidangan terungkap untuk kerugian negara sesuai Bukti T-18 yaitu Laporan Hasil Perbandingan Volume antara Mutual Check 100 % dengan Observasi Ahli. Bukti tersebut selain merupakan produk seorang Dosen Ahli Teknik (Ir. EDI SANTOSO, MT) yang tentu bukan akuntan publik, juga bukti tersebut tidak menetapkan berapa nilai kerugian negara yang nyata namun hanya sebatas Analisis Konstruksi dan RAB. Dengan kata lain dibuat oleh Individu, yang tidak memiliki kapasitas atau kewenangan untuk melakukan audit forensik keuangan.
Dalam SE-MA No 2 tahun 2024 yang ditetapkan 17 Desember 2024 pun, juga disebutkan yang bisa menentukan kerugian negara adalah akuntan publik yang bersertifikasi. Sementara dalam keputusannya, hakim berulang kali menyebut tenaga ahli yang memiliki kompetensi di bidangnya.
“Olah karena itu akan kami pelajari dulu keputusan hakim ini bersama klien, serta mempertimbangkan untuk lapor ke Komisi Yudisial (KY),” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Glady Tri Handono ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Kota Blitar. Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek IPAL tahun 2022 senilai Rp 1,4 miliar dengan potensi kerugian negara sekitar Rp 500 juta.
Kemudian pada 19 Desember 2024, tersangka Galdy menggugat Kepala Kejari Kota Blitar ke PN Blitar, dan mulai disidangkan pada 7 Januari 2025. Karena adanya libur panjang Hari Natal 2024 dan Tahun Baru 2025.
Secara terpisah, hakim M Iqbal Hutabarat ketika dikonfirmasi usai sidang mengenai penggunaan dasar SE-MA no 2 tahun 2024, yang baru ditetapkan pada 17 Desember 2024.
Sedangkan penetapan status tersangka Glady Tri Handono pada 9 Desember 2024, jauh sebelum terbitnya SE-MA yang baru tersebut.
Iqbal juga mengatakan kalau sebagai hakim tunggal, sudah mempelajari dan memiliki pertimbangan – pertimbangan dalam memutuskan gugatan perkara peradilan ini.
“Salah satunya terkait SE-MA no 2 tahun 2024 yang ditetapkan 17 Desember 2024, sebagai hakim kami juga mempertimbangkan tanggal gugatan didaftarkan atau diregister di pengadilan yaitu 19 Desember 2024,” kata Iqbal.
Itu salah satu pertimbangannya, tapi juga ada hal lain lanjut Iqbal itu kewenangan hakim dalam memutuskannya.
“Menurut hakim, syarat formil sudah dipenuhi dalam proses penyelidikan sampai penyidikan. Kecuali ada syarat formil yang tidak dipenuhi, tentu beda keputusannya,” pungkas Iqbal.(Mst)