(pelitaekspres.com) -BLITAR – Dilema proyek IPAL tahun 2022 senilai Rp 1,4 miliar di Kota Blitar menjadi sorotan publik, karena sekelas petugas fasilitator menjadi tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat. Sedangkan Dinas PUPR yang membidangi proyek dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai pelaksana proyek tak tersentuh hukum.
Sorotan ini disampaikan Ketua Forum Masyarakat Peduli Blitar (MPB), Haryono kalau pihaknya mendesak Kejari Kota Blitar, menangani kasus ini dengan obyektif.
“Kejaksaan menangani kasus korupsi IPAL di Kota Blitar ini, harus menjerat tersangka dengan minimal 2 alat bukti yang sah sesuai hukum,” ujar Haryono, Jumat(10/1/2025).
Kemudian kedua lanjutnya, petugas fasilitator ini menjadi pintu masuk Kejaksaan untuk berani menyeret pelaksana proyek dan Dinas yang membidangi.
“Karena yang membuat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan adalah pelaksana proyek. Tapi kenapa justru petugas fasilitator yang dijadikan tersangka, lalu bagaimana dengan pelaksana proyek,” jelasnya.
Demikian juga, menurut Haryono saat ini kasus korupsi IPAL ini jadi polemik, dengan adanya gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Blitar.
“Jadi kita tunggu hasil keputusan dari proses hukum gugatan pra peradilan tersebut, selanjutnya Forum MPB akan mengambil langkah lebih kongkrit,” paparnya
Ditegaskan Haryono Forum MPB sebagai ormas yang peduli penegakkan hukum, jangan ada proses hukum yang setengah-setengah dan transaksional di Blitar Raya.
“Karena dari Divisi Advokasi Pengawasan dan Penegakkan Bidang Hukum Forum MPB, ada beberapa kasus yang mandek di Kejari Kota Blitar,” tegasnya.
Seperti laporan dugaan pungli di Dishub Kota Blitar tahun 2022, yang dilaporkan juru parkir (jukir) informasi senilai Rp 2 miliar. Juga menjadi sorotan MPB, kenapa mandek dan tidak diusut sejak dilaporkan 2022 lalu tambahnya
Diberitakan sebelumnya, tersangka korupsi proyek IPAL tahun 2022 senilai Rp 1,4 miliar di Kota Blitar, Glady Tri Handono menggugat Kepala Kejari Kota Blitar di PN Blitar. Terkait penetapan status tersangka, yang tidak diperkuat hasil audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Sementara itu, sesuai data yang ada pelaksana proyek IPAL tahun 2022 adalah KSM Wiroyudhan di Kelurahan Kepanjen Lor, Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar. Sedangkan dinas yang menangani, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Blitar.
Hal ini juga sesuai dengan kesimpulan pemohon, Glady Tri Handono pada sidang keempat di PN Blitar hari ini.
Menurut juru bicara kuasa hukumnya, Hendi Priono kalau pihaknya menyampaikan beberapa kesimpulan diantaranya: dalam proses persidangan dan pembuktian terungkap fakta, penetapan status tersangka tidak didasarka audit BPK RI.
Kemudian, bukti yang diajukan termohon (Kajari Kota Blitar) yaitu Laporan Hasil Perbandingan Volume antara Mutual Cek 100 persen dengan Obsevasu Ahli.
“Bukan produk dosen ahli teknik, akuntan publik yang menetapkan kerugian negara. Hanya sebatas analisa konstruksi dan RAB, yang tidak memiliki kapasitas atau kewenangan melakukan audit forensik keuangan,” terang Hendi.
Terakhir, Hendi menegaskan, terdapat kejanggalan nyata dalam proses penyidikan perkara, dimana alat bukti yang digunakan tidak terkait dengan tanggungjawab tersangka Glady Tri Handono hanya sebagai Tenaga Fasilitator Lapangan,’ pungkas Hendi.(Mst)