(pelitaekspres.com) –LAMSEL- Pagi itu, Desa Trimomukti di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan seperti baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Kabut tipis masih menggantung dan jejak embun tertingal diujung daun padi, namun dari kejauhan terdengar dengung halus pompa listrik yang bekerja menyedot air tanpa lelah. Di atas lahan seluas 1.300 hektare, tampak para petani sibuk menebar benih pada musim tanam ketiga, sesuatu yang dulu hanya menjadi angan-angan.
Selama bertahun-tahun, desa ini hidup dalam ritme alam, satu periode musim tanam, satu kali panen, dan menunggu hujan yang turun sekali dalam satu tahun. Alkon dan genset berbahan bakar solar menjadi teman setia, namun sering rewel, boros, dan menyulitkan pekerjaan. Kini, listrik PLN yang berbalut program Smart Farming menjadi denyut baru yang mampu menggerakkan desa tersebut.
Di tepi sawah yang hijau bagai hamparan zamrud khatulistiwa, tampak seorang pria berperawakan kecil, berkumis dan kulit yang sedikit gelap akibat paparan sinar matahari. Ia bernama Suparno, seorang ayah, suami dan petani yang berjuang untuk menafkahi keluarganya, tampak duduk santai beristirahat di samping SuperSun PLN, pembangkit listrik berkapasitas kecil bertenaga matahari yang kini telah meringankan pekerjaannya. Tatapan matanya yang berkaca-kaca, Suparno tidak mampu menyembunyikan kebahagiaannya sambil bercerita.
“Dulu panen hanya satu kali, jika diuangkan sekitar Rp45 juta. Sekarang bisa tanam tiga kali. Kalau panen sukses semua, setahun bisa dapat Rp135 juta,” tuturnya bangga seraya tersenyum kecil. Sambil menatap sawahnya, Suparno mengaku bahwa dulu harga tanah sawah Rp300 juta saja sulit laku. Namun menurutnya kini dengan tersedianya listrik dari PLN, harganya naik menjadi Rp700 juta per hektare.
Pengalaman serupa datang dari Komang Andriani, petani perempuan tangguh yang sudah berkali-kali merasakan kesal akibat mesin alkon miliknya yang sering merepotkan.
“Dengan listrik, kami lebih hemat dan lebih tenang. Tinggal pencet, air langsung mengalir. Tidak seperti alkon yang sering merepotkan. Biaya operasional turun dari Rp5 juta menjadi Rp3 juta per musim. Selisihnya bisa buat beli obat hama dan pupuk ,” jelasnya.
Transformasi besar ini dimulai ketika PLN membangun infrastruktur kelistrikan masif di hamparan sawah tersebut. PLN dengan cepat membangun empat unit gardu berkapasitas total 310 kVA, 60 tiang Jaringan Tegangan Menengah, 14 tiang Jaringan Tegangan Rendah. Ditambah lagi PLN memberikan solusi energi bersih hybrid melalui SuperSun berkapasitas 900 VA dan 3.500 VA. Aliran listrik kini stabil dan siap mendukung pertanian modern di ribuan hektare sawah tersebut.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi Lampung, Rizky Mochamad mengatakan dengan infrastruktur kelistrikan yang telah terbangun, kini petani tak lagi menunggu hujan, tak lagi khawatir kehabisan solar, dan tak lagi menghitung risiko kerusakan mesin. Menurutnya, program Smart Farming telah menggeser cara lama menjadi sistem yang lebih efisien, modern, dan hemat.
“Keberadaan listrik tak hanya menghidupkan mesin pompa, tetapi juga membuka jalan bagi perubahan yang lebih besar. Apa yang dulu disebut lahan kurang produktif, kini menjadi aset yang bernilai tinggi,” ujar Rizky.
Di Trimomukti, listrik bukan hanya kekuatan fisik yang disalurkan melalui untaian kabel, ia hadir sebagai harapan baru. Harapan bahwa petani dapat merencanakan masa depan, memprediksi hasil panen, mengejar kesejahteraan, dan bangkit dari ketidakpastian yang selama ini membelenggu.
“Trimomukti kini menjadi bukti nyata bagaimana energi mampu mengubah peradaban kecil di desa, menghadirkan Smart Farming, dan membawa petani menuju kedaulatan serta kesejahteraan yang selama ini mereka perjuangkan,” pungkas Rizky.


