Warga Terdampak Aktifitas Tambang Di Desa Kaligambir Tuntut Tambang Ditutup

(pelitaekspres.com) –BLITAR- Pemerintah Desa Kaligambir, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar bersama Lembaga BPD, Karang Taruna, semua RT dan Masyarakat terdampak  pertambangan Bentonit sepakat menutup aktifitas pertambangan tersebut dalam Musyawarah Desa Yang di gelar pada Rabu (08/05/2024) siang.

Di balai desa Kaligambir tersebut kegiatan musyawarah bersama warga masyarakat terdampak aktifitas pertambangan Batu Bentonit itu digelar, dihadiri kepala desa Kaligambir Abdul Manap beserta lembaga BPD, Karang Taruna tokoh masyarakat terdampak RT 03/02 dan warga terdapat yakni RT 02/02 dan semua RT se desa Kaligambir.

Dalam musyawarah yang dipimpin kepala desa Kaligambir yakni Abdul Manap menyampaikan membahas berkaitan dampak sosial adanya aktivitas pertambangan, adapun gesekan antar sesama warga namun semuanya masih kondusif dan semua yang hadir sepakat tambang tersebut di tutup.

“Atas kesepakatan rapat tadi,  warga terdampak minta tambang di tutup, hasil dari musyawarah ini nanti kita laporkan kepada Bupati Blitar sebagai pimpinan kami,” paparnya usai kegiatan musyawarah.

Walhasil musyawarah bersama masyarakat terdampak adanya aktifitas pertambangan batu Bentonit tersebut dan di hadiri semua RT semua sepakat tambang di tutup, karena kontroversi yang muncul di antara masyarakat terkait dengan keberadaan pertambangan tersebut.

Dalam musyawarah tersebut, terungkap bahwa kehadiran aktivitas pertambangan telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Salah satu dampak yang paling dirasakan adalah rusaknya jalan desa yang sebelumnya telah dibangun menggunakan dana desa. Selain itu, aktivitas pertambangan juga meningkatkan risiko kecelakaan karena kelas jalan yang tidak memenuhi syarat keamanan.

Sementara itu Joko Susilo,  koordinator masyarakat yang menentang aktivitas pertambangan, mengungkapkan kekhawatiran akan dampak sosial yang sangat besar, akibat keberadaan pertambangan di Desa Kaligambir. Salah satu keprihatinan utama adalah terjadi potensi konflik sesama warga, terjadinya bahaya bencana longsor yang mengancam keselamatan jiwa dan mengingat tanah di sekitar area pertambangan telah mulai mengalami keretakan.

“Setelah musyawarah ini, kami akan mengambil langkah hukum dan terus menolak keberadaan aktivitas pertambangan ini hingga ditutup,” tegas Joko.

Meskipun musyawarah ini menghasilkan kesepakatan mayoritas  menolak warga terdampak tambang, Joko mengakui bahwa masih ada segelintir warga yang mendukung tambang untuk kepentingan pribadi dan tidak mengindahkan keselamatan orang lain.

“Kami belum merasa plong dalam hati, karena masih ada satu dua warga yang mendukung keberadaan tambang. Mereka tidak menyadari bahwa sikap mereka itu merugikan lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan dan menimbulkan dampak sosial yang sangat besar,” pungkasnya.

Sekedar diketahui langkah selanjutnya, Joko menyatakan bahwa warga terdampak akan terus melakukan perjuangan dan penolakan, serta akan menempuh upaya jalur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.(Mst)

Tinggalkan Balasan