Tuntut Premi Jam Kerja, Berujung 28 Karyawan PT SWPI Yapen Papua di PHK

(pelitaekspres.com) – YAPEN – Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Manajemen PT SWPI (Sinar Wijaya Plywood Industries) Awunawai di Yapen Papua kepada 28 orang Karyawan tanggal 13 September 2021 tanpa pembayaran Pesagong, urai salah satu korban berinisial LR kepada media via telp Rabu, 12/10/21.

Menurut korban inisial LR bahwa awal terjadi PHK ketika karyawan melakukan aktifitas kerja seperti biasa, tanggal 13 September sore sekitar pukul 15.30 an keluar inter memo oleh manajemen perusahaan untuk penghapusan premi kerja. Saat itu bertepatan masuk  kapal eksport Korea untuk pemuatan.

Keluarnya inter memo oleh perusahaan untuk penghapusan premi kerja, “Sebagai karyawan, kami tidak menerima sehingga berujung pada tuntutan terhadap status hak premi atau jam kerja lembur”. Tuntutan kami berujung kepada manager perusahaan agar bisa bertemu kami karyawan dilokasi kerja diareal pelabuhan PT SWPI Awunawai, urai korban PHK ini.

Saat itu, datang manager dan seorang staf bertemu kami, dalam pembicaraan belum ada kepastian, namun manager perusahaan inisial B, meminta kami untuk tetap ketengah laut saja bekerja untuk pemuatan ke kapal eksport tanpa memberikan kepastian.

Permintaan manager perusahaan ini tetap kami sanggupi dengan permintaan dari kami bahwa jika kami harus ketengah laut untuk pekerjaan pemuatan ke kapal, hak premi/ kerja lembur kami jangan dihapus dan tetap dibayarkan.

Jika Bapak manager meminta kami tetap ketengah laut untuk bekerja malam hari maka kami minta untuk bisa bekerja ikut planning siang hari sesuai jam kerja 07.00 pagi sampai 17.00 sore dan bisa kami lanjutkan besok. Namun manager berinisial B lagi-lagi mengatakan bahwa tidak bisa dengan permintaan kami 28 karyawan ini, kami diminta harus ketengah laut untuk bekerja saja dulu.

Kembali kami bertanya kepada manager bahwa jika kami kerja diluar jam normal sesuai jam kerja 07.00 pagi sampai 17.00 sore, kira-kira premi kami dibayarkan atau bagaimana? Karena jika kerja malam yang dimulai jam 19.00 (7 malam) biasanya akan sampai jam 23.30 (11.30 malam).  Namun kembali manager inisial B meminta kami 28 karyawan ini harus ketengah laut saja untuk bekerja tanpa kepastian.

Dengan bertahan prinsipnya manager tanpa kepastian, maka kami 28 karyawan, pada  malam itu tidak melanjutkan bekerja malam, dan kami memilih pulang. Besoknya pagi tanggal 14 September jam 07.00 ketika kami akan masuk kerja dipintu gerbang sudah dicegah didepan Pos Beacukai dengan alasan disuruh pulang, sedangkan posisi kami 28 Karyawan masih aktif sehingga menuju lokasi kerja.

Dalam proses PHK, kami tidak diberikan surat peringatan atau teguran oleh manajemen perusahaan sama sekali, yang terjadi adalah proses PHK yang dilakukan kepada kami selaku korban ketidakadilan oleh manajemen perusahaan.

Ungkapnya lagi bahwa status kami 28 orang karyawan saat ini secara resmi telah di PHK oleh PT SWPI, namun kami sendiri saat ini dilematis karena hak-hak kami ketika di PHK belum ada kejelasan apakah akan dibayar atau bagaimana.

Ketika kami dinyatakan PHK oleh perusahaan, kami hanya diberikan uang pisah semacam uang terimakasih. Saat ini sebagai korban PHK sepihak oleh perusahaan, maka kami hanya menuntut hak-hak kami sebagai karyawan yang di PHK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kami yang di PHK, telah bekerja rata-rata 5-10 tahun dan ada juga yang hingga 11 tahun lebih. Dengan waktu kerja yang sudah lama ini maka kami tetap minta kepada manajemen PT SWPI untuk membayar hak-hak Pesangon kami sebagai korban PHK.

Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berbunyi “dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”

Ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pinta korban bahwa kita berhak atas hak-hak yang seharusnya kita dapatkan sebagai pekerja/buruh seperti Uang Pesangon, Uang Penghargaan masa kerja, dan Uang Penggantian Hak.

Perlu kami sampaikan bahwa selama kerja, hak-hak lain seperti biaya perumahan, pengobatan oleh perusahaan tidak ada sama sekali, kami hanya diberikan BPJS yang dikhususkan hanya toh kepada karyawan yang aktif kerja, misalnya anak istri yang sakit tidak bisa mendapat pelayanan pengobatan ke Klinik perusahaan dan ini sangat merugikan hak kami di perusahaan.

Hingga berita ini diturunkan, media menghubungi Humas PT SWPI Toni Malatuni yang menjelaskan bahwa perusahaan punya langkah-langkah manajemen perusahaan sudah sesuai mekanisme penyelesaian dimana karyawan yang di PHK bisa melaporkan ke dinas terkait di Pemerintah Daerah dan nanti perusahaan akan dipanggil, urainya singkat.

Ditanya  tentang prosedur yang dilakukan dalam memPHK karyawan, kembali lagi tutur Toni bahwa telah sesuai mekanisme dan tanpa banyak penjelasan langsung mematikan HP. Selain itu, Ketua SPSI PT SWPI Hermus Amamehi yang dikontak via telp berulang-ulang belum juga aktif. ().

Tinggalkan Balasan