(pelitaekspres.com) -PALEMBANG- Sengketa Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan (Pilgub Sumsel) semakin memanas. Garuda Nusantara Law Office
Tim kuasa hukum perorangan Eddy Santana Putra (ESP) resmi mengajukan gugatan terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatera Selatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang. Gugatan ini diajukan pada Kamis (13/02/25) dengan nomor registrasi 8/G/TF/2025/PTUN.PLG.
Gugatan tersebut dikategorikan sebagai perkara tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual, yang berarti berkaitan dengan dugaan pelanggaran prosedural atau kelalaian yang dilakukan oleh lembaga negara dalam menjalankan tugasnya.
Garuda Nusantara Law Office yang terdiri dari Ketua team Nikosa Yamin Bachtiar SH MH, di dampingi Agustrias Andhika, A.Md, Stat, S.H., dan Ari Saputera Tarihoran SH., MM dalam press release yang di gelar di rumah ESP Jalan Natuna Palembang Jumat (14/02/25) siang.
Ketua Team kuasa hukum dari Garuda Nusantara Law Office, Nikosa Yamin Bachtiar, dalam keterangannya kepada media mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki dasar kuat untuk menggugat Bawaslu Sumsel.
Ia menyebut ada dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Bawaslu, khususnya dalam menangani dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh pasangan Herman Deru – Cik Ujang (HDCU).
“Kami menduga ada pelanggaran pemilu yang bersifat struktural, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh pasangan HDCU. Namun, yang menjadi keprihatinan kami, Bawaslu Sumsel tidak menindaklanjuti laporan yang telah kami ajukan,” ungkap Nikosa dengan nada tegas.
Garuda Nusantara Law Office menilai bahwa Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu seharusnya bertindak tegas dengan mendiskualifikasi pasangan HDCU apabila terbukti melakukan pelanggaran.
Namun, dalam praktiknya, laporan dugaan tindak pidana pemilu yang telah mereka ajukan tidak mendapatkan respons atau tindakan lanjutan dari Bawaslu.
“Jika Bawaslu bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya, seharusnya ada proses hukum yang berjalan terhadap dugaan pelanggaran tersebut. Faktanya, hingga saat ini tidak ada tindak lanjut, dan ini yang kami anggap sebagai bentuk kelalaian atau bahkan keberpihakan,” tambahnya.
Tidak hanya menggugat Bawaslu ke PTUN, Garuda Nusantara Law Office juga mengambil langkah strategis lainnya. Mereka berencana mengirimkan surat resmi kepada sejumlah pejabat pemerintahan, antara lain :
– Presiden Republik Indonesia
– Menteri Dalam Negeri (Mendagri)
– Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
– Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Selatan
Surat tersebut berisi permohonan agar proses pelantikan Herman Deru – Cik Ujang sebagai gubernur dan wakil gubernur Sumsel ditunda hingga ada keputusan final dari PTUN mengenai gugatan yang diajukan.
“Karena persoalan Pilkada ini telah masuk dalam ranah sengketa hukum, kami meminta agar pelantikan pasangan HDCU tidak dilakukan sampai ada keputusan pengadilan yang lengkap dan berkekuatan hukum tetap,” tegas Nikosa.
Menurutnya, penundaan pelantikan sangat penting untuk menjaga legitimasi kepemimpinan di Sumatera Selatan. Jika pasangan yang masih dalam sengketa tetap dilantik, hal itu dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak politik dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Gugatan yang diajukan ke PTUN Palembang telah mendapatkan jadwal sidang perdana pada Kamis (20/02) mendatang. Menariknya, tanggal tersebut bertepatan dengan rencana pelantikan pasangan HDCU di Jakarta.
Kondisi ini semakin memperumit dinamika politik di Sumsel. Jika gugatan ini diterima dan PTUN mengeluarkan putusan sela yang menginstruksikan penundaan pelantikan, maka pelantikan HDCU bisa terancam batal atau setidaknya ditunda hingga ada putusan final.
Namun, jika pengadilan menolak gugatan, maka pasangan Herman Deru – Cik Ujang tetap akan dilantik sesuai jadwal.
Polemik ini menjadi perhatian publik, terutama masyarakat Sumatera Selatan yang menginginkan proses pemilu berlangsung jujur, adil, dan transparan.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Bawaslu Sumsel maupun tim HDCU terkait gugatan yang diajukan oleh Garuda Nusantara Law Office.
Namun, dinamika politik yang berkembang menunjukkan bahwa Pilkada Sumsel 2025 bukan sekadar kontestasi politik biasa, tetapi juga memiliki aspek hukum yang cukup kompleks.
Keputusan PTUN dalam kasus ini akan menjadi tolak ukur bagi penyelenggaraan pemilu di masa depan, apakah benar-benar menjunjung tinggi asas demokrasi atau masih menyisakan celah bagi dugaan kecurangan yang dibiarkan tanpa tindakan.
Publik kini menunggu bagaimana jalannya sidang pada 20 Februari mendatang dan apakah pelantikan Herman Deru – Cik Ujang tetap dilaksanakan atau justru tertunda akibat gugatan ini. (ril/dkd)