(pelitaekspres.com) – PRINGSEWU – Setelah pesta demokrasi Pemilihan Gubernur dan Bupati serentak, kabupaten Pringsewu diguncang kabar mengejutkan. Sejumlah kader Nahdlatul Ulama (NU) secara bersama-sama menyatakan mundur dari kepengurusan struktural organisasi pada Kamis (28/11/2024).
Keputusan tersebut diambil dalam sebuah pertemuan pasca-pemilihan, di mana para kader menyampaikan pengunduran diri dari badan otonom (banom) maupun lembaga yang tercantum dalam struktur organisasi.
Menurut Rindra Priyanto, salah satu kader NU, keputusan ini dilatarbelakangi rasa keprihatinan terhadap kondisi jam’iyah NU di Kabupaten Pringsewu yang dianggap “tidak baik-baik saja.” Ia mengungkapkan bahwa pemahaman fikrah dan harakah NU yang diajarkan dalam pengkaderan seringkali tidak sesuai dengan praktik di lapangan, bahkan seakan dipaksakan untuk kepentingan tertentu.
“Pengunduran diri ini adalah bentuk kecintaan kami terhadap jam’iyah Nahdlatul Ulama dan para masyikh. Saya kader GP Ansor dan tentunya NU. Walaupun GP Ansor Pringsewu secara organisasi bersikap netral, sebagai individu, saya merasa perlu melakukan muhasabah dan menjaga adab terhadap NU itu sendiri,” ujar Rindra.
Ia menambahkan bahwa tindakan ini juga merupakan bentuk perlawanan terhadap penggunaan NU untuk tujuan politik tertentu, yang menurutnya sama saja dengan politik identitas. “Kami mengikuti pesan Ketua Umum PP GP Ansor bahwa kita harus melawan politik identitas. Jika ada yang menggunakan NU untuk tujuan politik, maka itu harus dilawan,” tegasnya.
Hal serupa disampaikan Malik, salah satu anggota Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU cabang Pringsewu. Ia menyebutkan bahwa keputusan mundur merupakan langkah untuk menjaga keharmonisan organisasi.
“Kami tidak keluar dari NU, hanya mundur dari struktur. Kami masih berkhidmah melalui jalur non-struktural. Ini untuk menghindari konflik internal. Apa yang kami lakukan adalah bentuk keprihatinan dan upaya menjaga marwah jam’iyah,” ujar Malik.
Malik juga mengingatkan pentingnya menghormati dan mendukung pemimpin yang terpilih. “Kita harus mengakui pemimpin kita dan tidak boleh menimbulkan keburukan terhadap mereka,” tambahnya.
Keputusan mundur ini mendapat berbagai tanggapan dari banyak pihak, yang mengapresiasi idealisme para kader tersebut. Rindra menegaskan bahwa langkah ini tidak dikoordinir, melainkan keputusan individu berdasarkan pandangan dan kesadaran masing-masing.
“Kami tidak pernah mengajak atau mengoordinir siapa pun. Ini murni atas inisiatif pribadi. Mari kita jaga kerukunan dan kedamaian yang sudah lama terjalin. Ini soal pandangan berorganisasi, bukan yang lain,” pungkas Rindra.