(pelitaekspres.com) -PALEMBANG – Restorative Justice merupakan konsep pemikiran baru yang berkembang dari masyarakat sebagai pola pemikiran hukum pidana modern. Konsep ini berkembang sebagai respons dari adanya pendekatan retributif justice dan criminal justice system yang dirasa kurang memuaskan rasa keadilan masyarakat. Konsep restorative justice, atau yang biasa disebut dengan keadilan restoratif dalam Bahasa Indonesia, telah terakomodasi dalam porsi yang kecil pada hukum nasional Ucap Dirresnarkoba Polda Sumsel Kombes Pol Heru Agung Nugroho SIK melalui AKBP Minal Alkarhi SH MH saat Talk Show di Radio 95,1 Trak FM Palembang. Rabu 18/1/2023 Pagi.

Alkarhi menyebutkan Satu-satunya peraturan setingkat undang-undang yang di dalamnya mengatur adanya pendekatan restorative justice dalam penanganan tindak pidana adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disebut dengan istilah diversi.

Pengaturan soal pendekatan restorative justice dalam menangani tindak pidana kini juga dapat ditemukan dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021. Secara umum, praktik penggunaan pendekatan restorative justice dilakukan dengan mempertemukan antara pelaku dengan korban untuk kemudian bersepakat terjadi pemaafan dan besaran ganti rugi bagi korban untuk memulihkan pada keadaan semula. Namun, apa jadinya ketika pendekatan restorative justice ini dihadapkan pada tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang hakikatnya adalah sebuah victimless crime? jelasnya

“Dia menjelaskan diantaranya kalau kita simpulkan beberapa pendapat pakar hukum pidana menjelaskan, pengertian keadilan restoratif dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Adapun menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar ahli hukum pidana Dr. Sarwirini, S.H., M.S., Keadilan restorative merupakan bentuk penyelesaian konflik dan berusaha untuk menjelaskan kepada pelaku bahwa perilaku tersebut tidak dapat dibenarkan, kemudian pada saat yang sama sebagai langkah untuk mendukung dan menghormati individu. Konsep Penyalahgunaan Narkotika dan Kebijakan Rehabilitasi

Alkarhi yang juga merupakan mantan pengajar SPN Polda Sumsel ” menjelaskan tentang konsep dasar dari penyalahgunaan narkotika. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) menjelaskan bahwa arti dari penyalah guna narkotika adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penyalah guna narkotika sendiri dibedakan menjadi penyalah guna bagi diri sendiri, korban penyalahgunaan narkotika, dan pecandu narkotika yang tidak lapor, ujar Alkarhi.

“Dia menambahkan Penyalah guna bagi diri sendiri adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum, dikonsumsi sendiri tidak untuk dijual sesuai ketentuan Pasal 127 UU Narkotika. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika sebagaimana tertuang dalam penjelasan Pasal 54 UU Narkotika jelasnya

Adapun Pecandu Narkotika yang tidak lapor adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis sesuai ketentuan Pasal 1 angka 13 dan Pasal 134 UU Narkotika.

Alkarhi menyebutkan bahwa rehabilitasi hanya dimungkinkan bagi mereka yang terbukti sebagai pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Sedangkan bagi mereka yang memiliki dan menguasai, dimungkinkan menjalani rehabilitasi. Ironinya mereka yang menyalahgunakan narkotika pasti juga memiliki dan menguasai. Hal ini mengakibatkan kerancuan bagi penegak hukum untuk mengimplementasikan pasal yang tepat.

Restorative Justice Dalam Perspektif Filosofis dan Teoritis Beliau juga berujar bahwa melalui aspek ontologis, pendekatan restorative justice menekankan pada pemenuhan keadilan yang mengembalikan pada kondisi sebelum terjadi tindak pidana, sedangkan pada pendekatan pemidanaan menekankan pada kendilan retributif dan resosialisasi. Berdasarkan aspek aksiologis, restorative justice menekankan pada terwujudnya empat hal yakni

Kesatu, meletakkan hukum pidana kembali pada khitahnya sebagai ultimum remedium (obat terakhir), jika upaya hukum lain dan mekanisme perdamaian tidak terwujud. Kedua, menekankan pada tanggung jawab pelaku tindak pidana secara langsung kepada korban atas tindak pidana yang dilakukan. Ketiga, mememperhatikan kepentingan dan perlindungan korban tindak pidana. Keempat, membangun hubungan yang harmonis kembali antara korban dan pelaku tindak pidana.jelasnya

Adapun berdasarkan aspek epistemologis, pendekatan restorative justice pada prinsipnya menekankan pada terwujudnya konsep musyawarah dan partisipasi secara komprehensif sebagai jalan untuk menemukan solusi permasalahan terbaik atas terjadinya tindak pidana, yang meliputi pemenuhan kepentingan korban, pemenuhan tanggung jawab pelaku, dan restorasi hubungan antara korban dan pelaku. Rehabilitasi bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika.

Berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU Narkotika, Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Namun, rehabilitasi tersebut bukan merupakan bentuk dari adanya pendekatan restorative justice. “sampai saat ini rehabilitasi konsepnya masih menjadi bagian dari pemidanaan” ujar Alkarhi menjelaskan. Pasal 103 UU Narkotika membuka ruang bagi hakim untuk memutus atau menetapkan untuk memerintahkan menjalani rehabilitasi, tetapi bisa juga memutus untuk menjalani pidana kurungan sesesuai ketentuan Pasal 134 UU Narkotika.

Terlebih lagi masa menjalani rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana. Inilah yang membuat rehabilitasi sejatinya merupakan bagian dari pemidanaan. “kita memang masih menganut asas double track system, dimana ada tindakan pidana dan ada rehabilitasi” ungkapnya.

Sejatinya rehabilitasi merupakan bentuk pemenuhan terhadap hak atas kesehatan bagi para penyalahguna narkotika. Secara filosofis, restorative justice dan rehabilitasi memang memiliki kesamaan dimana tujuannya adalah untuk memulihkan pelaku dan korban untuk tidak hanya sembuh, tetapi juga kembali ke masyarakat dan tidak menggunakan narkotika lagi.

Oleh karenanya, restorative justice bagi pelaku penyalahgunaan narkotika akan lebih ditekankan pada aspek filosofisnya melalui upaya rehabilitasi sebagai kewajiban negara untuk mengembalikan kondisi pelaku yang juga merupakan korban atas tindakannya sendiri. tutup Mantan Gadik SPN Polda.Sumsel. (Rls/Ags)