(pelitaekspres.com) – BLITAR – Maraknya Aktivitas Penambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) ilegal di aliran Kali Lahar Kelurahan Babadan dan Desa Soso Kabupaten Blitar serta rusaknya jalan Fasum di kabupaten Blitar akhir akhir ini menyita Perhatian Pablik.
Berdasar pantauan kegiatan tim investigasi awak Media ini pada Minggu (09/06/2024) kegiatan penambangan ini diduga ilegal dan banyak Fasum Jalan yang rusak. Pembiaran beroperasinya tambang Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) milik inisial ( AG ) dengan jenis pasir dan kerikil diduga tanpa ijin di Kabupaten Blitar yakni, di aliran Kali Lahar di bawah Tanggul 2 (Dua) masuk Kelurahan Babadan, Kecamatan Wlingi dan di bawah Tanggul 3 (Tiga) masih Desa Soso, Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar.
Beroperasinya Pengambilan Bahan Tambang jenis Pasir dan Kerikil ilegal skala besar besaran yang sering disebut Galian C diduga ada Atensi masuk ke BEKING TOP mulai dari Oknum bawahan sampai Oknum pucuk pimpinan, hingga Aparat Penegak Hukum Polres Blitar, Polda Jatim pun terkesan tak mampu menyentuhnya.
Sementara itu, salah seorang warga masyarakat setempat yang enggan di sebutkan namanya, ditemui Team Media pelitaekspres.com berada di salah satu warung kopi tepi jalan masuk tambang di desa Soso, Kecamatan Gandusari menyampaikan, tambang Galian C Jenis Pasir dan Kerikil tersebut, kegiatan penambangan pasir itu aktivitasnya hampir setiap hari pak, kalau gak ada aba aba operasi, ya tetap kerja,” tuturnya.

Demikian di lokasi kegiatan penambangan tersebut ditemukan kegiatan aktivitas penambangan pasir dan kerikil Galian C diduga Ilegal dengan menggunakan alat 7 Mesin penyedot Pasir serta alat berat ( Escavator) dan diduga menggunakan BBM subsidi dan puluhan mobil Dam Truk sebagai sarana transportasi untuk mengangkut pasir hasil tambang.
Sesuai undang-undang minerba sudah dijelaskan pasal 158 tentang pertambangan : Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa (IUP) ijin usaha pertambangan, (IPR) ijin pertambangan rakyat , (IUPK) ijin usaha pertambangan khusus, dapat dipidanakan dan menjadi tanggung jawab APH, mengacu pada pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau (5), di pidana dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda sebanyak – banyaknya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
Ditempat terpisah, Ketua DPC Projo Kabupaten Blitar, Karji Riyanto ditemui Tim Media ini mengatakan, Penambangan yang sudah berlangsung bertahun-tahun tersebut harusnya pemerintah Kabupaten Blitar mengambil langkah tegas dan memberikan sosialisasi dan solusi karna sebagian berimplikasi pada urusan perut.
“Kami berharap pemerintah daerah dan APH ambil bagian dalam masalah penambangan ilegal yang tak kunjung selesai, biar semuanya jelas, mana kepentingan isi perut dan mana kepentingan para pengusaha,” jelasnya.
Di sisi lain, hal tersebut berkaitan dengan pengambilan Sumber Daya Alam (SDA) yang diduga tanpa legalitas dan mengakibatkan kerusakan ekosistem yang demikian parahnya, serta di tambah lagi kerusakan jalan dimana mana.
“Saya yakin dan sudah bisa di pastikan dari dampak yang ditimbulkan penambangan ilegal serta rusaknya ekosistem alam sekitar, karena Aktivitas dari kegiatan eksplorasi dan exploitasi penambangan skala besar besaran. Notabene penambangan demi mencari keuntungan diri sendiri semata, tanpa mengindahkan dampak kerusakan fasilitas umum dan alam sekitar,” pungkasnya.
Sekedar diketahui, sesuai Undang Undang Minerba untuk menindak segala bentuk aktivitas usaha Ilegal minning di Kabupaten Blitar, yakni menjadi tanggungjawab APH dalam hal ini POLRI. Sampai berita ini di tayangkan pihak polres Blitar belum bisa di konfirmasi terkait aktifitas pertambangan tersebut.(Mst)