(pelitaekspres.com) –PAPUA- Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut yang mendiskualifikasi dan membatalkan kemenangan pasangan calon (paslon) Bupati-Wakil Bupati Yalimo, Erdi Dabi-John Wilil berujung pada amuk massa pendukung calon, Dimana Putusan MK tersebut membatalkan kemenangan pasangan calon (paslon) Bupati-Wakil Bupati Yalimo, Provinsi Papua Erdi Dabi-John Wilil.

Dari laporan yang diterima media melalui Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Kamal bahwa Massa yang diduga merupakan pendukung paslon Erdi Dabi-John Wilil membakar sejumlah fasilitas umum dan pemerintahan kawasan Elelim yang merupakan Ibu Kota Yalimo. Massa yang emosi membakar Kantor KPU, Bawaslu, Dinas Kesehatan, Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung (BPMK), Bank Papua, Kantor Dinas Perhubungan, Kantor DPRD, kantor Gakkumdu, Bank Papua  dan sejumlah kios milik masyarakat, Selasa (29/6/2021/rilis polda papua).

Hal tersebut Sontak mendapatkan Reaksi Keras dari DPW LSM LIRA Prov. Papua, melalui Sekertaris Wilayahnya, Dampak yang dialami oleh Kabupaten Yalimo saat ini, sama dengan apa yang telah terjadi sebelumnya di kabupaten Boven Digoel, dimana semua ini Dosa Penyelenggara dalam hal ini KPU dan Bawaslu baik Kabupaten maupun Provinsi yang diterima oleh masyarakat dan negara.

Penyelenggara terlalu bermain dengan aturan atau apakah memang penyelenggara tidak tau aturan, penyelenggara pada tiap tingkatan baik KPU Provinsi maupun KPU RI justru menyebabkan terjadinya konflik horizontal dan mengganggu stabilitas sosial dan politik di Prov. Papua.

Lira Papua meminta, KPU RI juga jangan bermain-main dengan aturan, meminta tegas menjatuhkan sanksi pada para anggotanya yang melakukan pelanggaran berat ini, begitu juga lembaga lainnya seperti PTUN jangan lagi mengatasnamakan keadilan untuk membela para penyelenggara yang telah terang-terang bermasalah dalam menerapkan aturan dan justru menciptakan gejolak yang hari ini kita saksikan di Kabupaten Yalimo, dan yang dulu terjadi di Kab. Boven Digoel.

Orang-orang bermasalah ini kemudian dibebaskan dari putusan etik penyelenggara yang telah memberhentikan para anggota penyelenggara beberapa waktu lalu, hari ini kita lihat, alasan apa lagi yang akan dimunculkan oleh mereka dalam menyikapi kekacauan ini, mau salahkan siapa, Pasangan Calon dan Masyarakat yang mengamuk lagi, padahal jelas-jelas ini kesalahan penyelenggara, dan kami meminta agar Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia juga jangan mencuci tangan dari kasus ini, dimana fungsi supervisi atau pengawasan berjenjang yang dilakukan dalam tiap tingkatan, baik KPU RI dan KPU Prov. Papua, ini Catatan merah bagi KPU dan Bawaslu Papua, sudah Buruk sekali, tidak akan terjadi ini jika penyelenggara dan pengawas berpegang pada aturan yang sudah disediakan oleh Negara.

Seperti diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan berupa mendiskualifikasi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo Tahun 2020 Nomor Urut 1 Erdi Dabi dan John Wilil. Adapun putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring, Selasa (29/6/2021).  Dalam putusan tersebut “Menyatakan diskualifikasi calon bupati Erdi Dabi dan Pasangan Calon Bupati Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Nomor Urut 1,” kata Anwar. “Karena tidak lagi memenuhi syarat sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020,” ujar dia.

dalam gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi yakni Pemohon Pasangan Calon Nomor Urut 2 Lakius Peyon dan Nahum Mabel mendalilkan Pasangan Calon Nomor Urut 1 tidak memenuhi syarat untuk mengikuti Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Yalimo Tahun 2020 yang dilaksanakan pasca putusan MK. Sebab Erdi Dabi, telah dijatuhi pidana selama 4 (empat) bulan dengan ancaman pidana selama 12 (dua belas) tahun berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jayapura Nomor 500/Pid.Sus/2020/PN.Jap, bertanggal 18 Februari 2021.

Putusan Pengadilan Negeri Jayapura tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, bahkan Erdi Dabi telah selesai menjalani hukuman pidana. Terkait hal tersebut, Mahkamah berpendapat selama seseorang masih berstatus calon kepala daerah maka wajib baginya untuk tetap memenuhi syarat yang diatur Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam perkara ini, Erdi Dabi pada saat pendaftaran memang telah memenuhi persyaratan Pasal 7, namun dalam proses pemilihan ternyata yang bersangkutan dijatuhi pidana dan telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman tindak pidananya di atas lima tahun penjara.

Sehingga menurut Mahkamah yang bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat sebagai Calon Bupati dari Pasangan Calon Nomor Urut 1. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat selama seseorang masih berstatus sebagai calon bupati atau wakil bupati, meskipun menempati peringkat pertama dalam rekapitulasi penghitungan suara, status yang bersangkutan dapat dibatalkan seandainya terjadi peristiwa hukum yang berimplikasi pada tidak terpenuhinya syarat sebagai calon. Pembatalan tersebut dapat dilakukan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah maupun oleh badan peradilan, termasuk MK.(Yohanis)