(pelitaekspres.com) – PALEMBANG – Massa yang tergabung dalam Koalisi Peduli Keadilan Masyarakat Indonesia (KPK-MI) mendatangi Kantor DPRD Palembang pada Rabu, 11 September 2024. Dalam aksi tersebut, mereka menuntut Ketua DPRD Palembang segera melakukan pemeriksaan dan audit menyeluruh terhadap Badan Anggaran DPRD Palembang.
Massa menduga adanya alokasi anggaran yang mencurigakan, yaitu sebesar Rp 250 miliar untuk Pokok Pikiran (Pokir), Rp 1,9 triliun untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD 2024, dan Rp 540 miliar untuk pajak balik nama kendaraan bermotor. Mereka juga meminta agar dugaan permainan dalam pengesahan RAPBD induk 2024 yang terkesan tergesa-gesa dan diduga memiliki kepentingan kelompok tertentu segera diusut tuntas.
Saat berorasi, massa sempat berusaha masuk ke ruang rapat paripurna DPRD Palembang setelah menunggu sekitar satu jam tanpa adanya perwakilan DPRD yang menemui mereka. Ketegangan mereda setelah Ketua DPRD Palembang, Zainal Abidin, bersama jajaran hadir menemui massa menjelang rapat paripurna pengesahan RAPBD 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Zainal Abidin menjelaskan bahwa Pokir yang dipermasalahkan adalah hasil dari usulan masyarakat melalui reses dan telah diajukan sebelum Musrenbang Kota Palembang untuk anggaran tahun depan. “Pokir itu kan usulan masyarakat yang disampaikan saat reses. Masuknya itu sesuai Permendagri 86 tahun 2017, seminggu sebelum Musrenbang Kota. Kalau sekarang, anggaran ini untuk 2025,” jelas Zainal.
Terkait pengesahan RAPBD induk 2025, Zainal menyatakan bahwa proses tersebut telah sesuai dengan PP Nomor 12 Tahun 2018, dan penolakan oleh satu fraksi masih sah dalam dinamika politik. “Kami mengikuti suara fraksi terbanyak dalam pengesahan RAPBD,” tambahnya.
Meski demikian, Koordinator aksi, Maulana, masih mempertanyakan urgensi pengesahan RAPBD 2025 yang terkesan dipercepat, terutama mengingat masih ada DPRD terpilih periode 2024-2029 yang akan segera bertugas. “Kami mempertanyakan apa urgensi pengesahan ini dan apa untungnya untuk masyarakat,” ujar Maulana.
Selain itu, Maulana juga menyoroti adanya dugaan unsur politisasi dan indikasi memperkaya diri sendiri oleh anggota DPRD periode 2019-2024 dalam proses pengesahan RAPBD. “Kami curiga ada indikasi politisasi dan upaya memperkaya diri,” tegasnya.
Massa menyatakan tidak puas dengan penjelasan Ketua DPRD dan berencana melanjutkan aksi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. “Kami akan tetap mempertahankan tuntutan ini dan mungkin akan menggelar aksi lagi di KPK dan BPK RI,” tutup Maulana. (Rls/Ags).