(pelitaekspres.com) -METRO – Kelompok Pecinta Gusdur (KPG) Provinsi Lampung menggelar diskusi publik chapter kedua dengan mengangkat tema “Kaum Muda Bincang Demokrasi” bertempat di paragraf cafe, Kota Metro, Minggu (31/12/2023).

Diskusi publik chapter kedua ini dihadiri oleh puluhan pemuda dari berbagai latar belakang di kota metro dan menghadirkan tiga pembicara yaitu Sainul (Akademisi IAIN Jurai Siwo Metro), Linang Karisma (Pemuda Kota Metro) dan Diana Berliyani (Aktivis Perempuan Lampung).

Sekretaris Kelompok Pecinta Gusdur (KPG) Provinsi Lampung, Irfan Surya Bakti dalam sambutannya mengatakan bahwa diskusi publik yang digelar KPG dalam dua sesi ini adalah upaya untuk menciptakan dan menghidupkan ruang-ruang dialogis dalam ranah publik.

“Fokus utama dialog ini adalah memberikan edukasi politik terutama kepada anak-anak muda. Diskusi membincang demokrasi ini sangat penting agar pemilih muda, khususnya di Lampung dapat menyalurkan pilihan politiknya berdasarkan pertimbangan yang rasional dan bukan emosional atau hanya memilih karena uang.” ujarnya, Minggu (31/12/2023).

Dalam kesempatan itu juga, dia menekankan bahwa meskipun KPG sudah memiliki sikap politik, yaitu mengikuti sikap politik Yenny Wahid pada pilpres 2024, namun substansi acara diskusi ini bukan pada kampanye calon melainkan memiliki tujuan sebagai edukasi politik dan wadah pertukaran gagasan kaum muda.

“Perlu di garis bawahi juga, narasumber dialog yang dihadirkan bukan dalam rangka kampanye, kehadirannya dalam acara diskusi bukan untuk mendukung paslon, tetapi mengedukasi peserta diskusi,” tutupnya.

Akademisi IAIN Jurai Siwo Metro dalam pemaparannya mengatakan, salah satu tugas negara adalah menyiapkan fasilitas atau ruang publik agar generasi muda lebih cerdas.

Dia mengatakan, ruang publik ini dalam ilmu ketatanegaraan dan ilmu politik disebut dengan public sphere yang memiliki tujuan menguji kelayakan sebuah kebijakan agar akuntabel.

“Public sphere ini harus dikembangkan. Salah satu bentuknya adalah diskusi. Hal ini merupakan tanggung jawab negara untuk mendorong ruang publik tersebut tercipta,” kata dia.

Dia menilai, forum diskusi yang dihadirkan oleh KPG Lampung ini merupakan panggung politik yang hebat. Melalui forum semacam ini menurutnya akan melahirkan kebijakan yang produktif.

Kemudian ia melanjutkan pemaparannya, berbicara demokrasi, kata dia, haruslah dipahami sebagai sebuah proses untuk membatasi kekuasaan. Batasan kekuasaan ini  dilakukan oleh rakyat dan konstitusi.

Sementara pemateri selanjutnya, Pemuda Kota Metro, Linang Karisma mengatakan,  demokrasi perlu dikembalikan ke esensi kelahirannya, yang berangkat dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam ruang demokrasi,  anak muda harus terus mengasa kreatifitas untuk maju dan berkembang, ia  juga mengajak agar anak muda dapat bijak dalam menyalurkan pilihan politiknya.

Sementara pembicara dari Aktivis Perempuan Lampung, Diana Berliyani mengatakan, negara Indonesia menganut sistem demokrasi. Namun saat ini demokrasi Indonesia mengalami penurunan.

Dia menilai demokrasi mensyaratkan adanya kesetaraan hak dan kesetaraan dalam menyampaikan pendapat. Akan tetapi paska reformasi 1998 civil sosiety mengalami kemunduran.

“Pada tahun 1998 kaum muda adalah lokomotif utama yang mengerakan perubahan. Hari ini civil sosiety seperti kehilangan arah dan tidak terlihat memainkan peran,” ujarnya.

Menurutnya mahasiswa dan aktivis perannya mengalami kemunduran. Bahkan peran kritis mahasiswa saat ini digantikan oleh selebgram. Ada kecenderungan umum dalam masyarakat hari ini, yaitu mengganggap yang viral adalah yang benar.

Selain itu, ia turut menyinggung ketiga paslon capres-cawapres yang saat ini sedang berkompetisi perlu lebih menaruh keberpihakan pada isu kesetaraan perempuan. Menurutnya, isu perempuan sama pentingnya seperti isu krisis iklim dan isu lingkungan. Dengan itu, demokrasi bisa direalisasikan dengan lebih adil dan setara.

Pratama salah satu peserta diskusi mengapresiasi kegiatan yang berlangsung, karena dapat memberikan perspektif pada pemilih pemula.

“Saya dan mungkin anak muda lainnya saat ini banyak bercengkrama dengan gadget, melalui gadget opini individu bisa terbentuk dan bisa mempengaruhi pilihan politik contohnya sepertinya pilpres di Philipina. Karena itu, ruang diskusi anak muda harus di perbanyak agar anak muda punya banyak informasi pembanding selain dari gadget dan tidak mudah terbawa arus. Dalam menentukan pilihan politiknya, anak muda harus tahu latar belakang calon, karir politiknya, jangan sekadar ikut-ikutan dan asal-asalan.” kata dia.

Sementara itu, saiful, peserta diskusi yang merupakan mahasiswa salah satu kampus negeri di Lampung turut mengapresiasi ruang dialog yang dihadirkan oleh KPG. Dia menilai dengan dialog semacam ini memungkinkan elaborasi pemikiran tercipta.

Dalam kesempatan itu juga, dia juga memberikan sebuah tanggapan. Menurutnya sepanjang proses demokrasi 2024 terdapat beberapa kecacatan etik. Sementara dimensi etik, baginya adalah sesuatu yang prinsip.

Dia lantas mencontohkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat batas usia capres-cawapres yang sebelumnya menimbulkan polemik. Ia menilai meski putusan MK itu secara konstitusional tidak melanggar dan telah sesuai dengan prosedur hukum. Namun, dia menilai terdapat kecacatan etik terkait putusan MK tersebut. (Red)

Tinggalkan Balasan