Jhon Numberi: Membangun Rantai Nilai Ekonomi Pertambangan Indonesia Dari Smelter Papua

(pelitaekspres.com) -PAPUA – Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, menyatakan Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat. Rakyat Papua Penduduk Termiskin di Indonesia dengan SDA Terkaya di Indonesia. UU RI Nomor 4 tahun 2009 ayat 2, Penguasaan  Minerba oleh negara yang di selenggarakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah sesuai kewenangan di atur oleh peraturan pemerintah.

Dr. Ir. Jhon J. Numberi, ST, M.Eng, yang saat ini menjabat Dekan Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih, kepada media mengatakan bahwa tujuannya untuk kesejahteraan rakyat di area tambang diatur lebih lanjut dalam UU No. 3 tahun 2020. Semua dilaksanakan sesuai dengan tujuan bernegara membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, ucap Dr. John Minggu (17/10/21).

Secara teoritis, Dr. Jhon menjelaskan bahwa Mineral adalah padatan homogen yang terbentuk secara alami dari material anorganik dengan komposisi kimia yang spesifik (Mg2SiO4; Fe2SiO4), dan sifat  fisik tertentu. Mineral tersusun oleh unsur-unsur atom dalam berbagai ikatan atom (anatomic bonds) yang meliputi ikatan kovalen, ikatan ionic, ikatan logam, ikatan van der waals, ikatan hydrogen.

Saat ini telah ditemukan kurang lebih 3500 mineral yang dibagi dalam berbagai kelompok mineral diantaranya mineral silikat, karbonat, sulfida, sulfat, dan halide. Kita ketahui bersama macam-macam sumber daya mineral logam yang memiliki nilai ekomomi tinggi seperti Nikel (Ni), Biji besi (Fe), Timah (Sn), Emas (Au), Tembaga (Cu), Perak (Ag), Tembaga (Cu), Bauksit (Al OH3).

Menurutnya Mineral nonlogam seperti batu kapur, Marmer, Belerang, Fosfat, Intan, Yodium, Kaolin, Asbes semua ini merupakan sumber daya alam unggulan mineral di bumi Cenderawasih  Indonesia tercinta. Proses untuk mengambil mineral tidak mudah harus melalui proses geologi pertambangan mulai dari eksplorasi dan eksploitasi tambang pencarian dan pembuktian suatu cebakan mineral sampai pada produksi,

Hal ini menyebabkan investasi pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi geologi pertambangan sangat berisiko tinggi, meliputi resiko investasi social politik dan perundang-undangan, resiko engineering, resiko ekonomi, resiko alami, tutur Numberi.

Lanjutnya bahwa Industri pertambangan didalam negeri diperhadapkan terhadap aturan perundang-undangan  yaitu UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara mewajibkan kontrak karya  dan pemegang IUP melakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (membangun smelter di muut tambang atau  area kawasan tambang) sampai batas waktu 2014.

Ditegaskannya bahwa dengan  perubahan melalui UU No 3 tahun 2020 sehingga pemerintah pusat mempunyai kewenangan menetapkan wilayah pengelolaan pertambangan minerba di Indonesia.

Pembangunan Smelter penting untuk membangun rantai nilai ekonomi bangsa dengan proses hilirisasi industry pertambangan sesuai dengan Permen ESDM No. 7 tahun 2012 tentang Peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan mineral.

Kewajiban perusahan pertambangan untuk membangun pabrik pemurnian dan pengolahan sendiri menjadi barang jadi sehingga bisa terbangun rantai nilai ekonomi bagi investasi di daerah pertambangan yang memberikan dampak bertumbuhnya industry ikutan maupun industry pendukung yang kita harapkan terbangun di Papua melalui kontrak karya dengan PT. Freeport Indonesia di Timika, urai Numberi.

Menurutnya juga bahwa ini sejalan dengan pembangunan Visi Nawacita Presdien Joko Widodo, pembangunan dari pinggiran. Pembangunan hilirisasi industri pertambangan dengan  saham 51% untuk membangun rantai nilai ekonomi Indonesia dari tanah Papua.

Dampak rantai nilai ekonomi akam  mampu mempercepat infrastruktur yang memadai di kawasan pertambangan dan daerah sekitar seperti kebutuhan energy untuk smelter, maka pemerintah  harus mendorong rasio elektrifikasi di Papua (94%) dan  Papua Barat (harus naik 99%) menjadi 100% rasioa elektrifikasi.

Kata Numberi, untuk kebutuhan industry energy  maka harus mendorong power plant baru dengan   memaksimalkan potensi PLTA Mamberamo, PLTA Urumuka, PLTG Bintuni sebagai sumber energy terbaik di Indonesia dengan kapasistas power plant 1×10.000 MW tahap 1,  sebagai kekuatan energy Asia Pasifik,

Dijelaskan lebih lanjut bahwa Indonesia Power atau Papua Power Plant terbangun dari sumber-sumber energy Papua melalui interkoneksi listrik Papua-Maluku dan Asia Pasifik, Raksana energy dari Ujung Timur Indonesia terbangun untuk mendukung  pembangunan Smelter di Papua dan Papua Barat, diantaranya Smelter Peleburan dan pemurnian tembaga dengan sistem coper catoda membutuhkan energy sebesar 1×100 MW, Smelter pengolahan logam berat (TiO2) membutuhkan energy sebesar 3×25 MW.

Smelter untuk pengolahan dan pemurnian biji tembaga dengan kapasitas produksi 2.400.000 ton dengan kebutuhan pembangkit kapsistas terpasang 124 MW, sedangkan untuk Smelter biji besi 3.500.000 ton biji besi memerlukan listrik terpasang 120 MW.

Jika Smelter dibangun di Papua maka bukan PT. FI saja namun ada 103 pemegang ijin usaha pertambangan (IUP) dari sector pertambangan yang akan melakukan pemurnian mineral tambang sebagai sumber PAD dan DBH SDA yang berasal dari iuran tetap (Land rend) (80%), provinsi penghasil, (16%), Kabupaten penghasil (64%), begitu juga iuran eksploitasi/eksplorasi (Royalty) Provinsi penghasil (26%).

Seluruh kab/Kota dalam provinsi (54%), yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase. Penjelasan diatas belum masuk sector industry penunjang seperti industry energi dan industry ikutan manufaktur lainnya dapat terbangun di Papua.

Dijelaskan juga bahwa Tantangan investasi di Papua pasti juga ada seperti Jaminan Kepastian Hukum, jaminan keamanan investasi, ketersedian infrastruktur jalan, jembatan, bandara, air bersih dan lingkungan  keberlanjutan di daerah kawasan industry, pemahaman masyarakat tentang pertambangan pembangunan berkelanjutan, penyiapan SDM Lokal, urai Dekan termudah Uncen ini.

Semua tantangan ini dapat kita lewati apabila kita menyatukan perbedaan untuk capai tujuan bersama yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Harapan kita, menurut Dekan Teknik Uncen ini bahwa pembangunan Smelter di Papua mendorong terbangunnya rantai nilai ekonomi Indonesia dari industriliasasi di Tanah Papua. Pembangunan Nawacita benar-benar terwujud menjadikan Papua halaman depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, membuka Gerbang Pasifik Indonesia Timur.

Kalau bukan sekarang dibangun Smelter di Papua kapan lagi, Kalau Ko Bisa Bangun Smelter di Gresik Sa Juga Bisa Bangun Smelter di Papua. Barang Apa Jadi, Papua Torang Bisa, (ed.zri).

Tinggalkan Balasan