(pelitaekspres.com) -PEKANBARU- Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, peringatan HPN tahun ini berlangsung di tiga kota, yakni di Pekanbaru, Riau, di Banjarmasin, Kalimatan Selatan, dan di Solo, Jawa Tengah. Presiden tak hadir. Dewan Pers tak mampir. HPN tahun-tahun sebelumnya, selalu tampil. Minimal diwakili Wapres. Tahun ini, tak. Presiden Prabowo Subianto memilih menyampaikan ucapan selamat HPN 2025 melalui rekaman yang diunggah di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (9/2/2025).
“Tahun ini perayaan HPN dirayakan dengan rasa prihatin. Untuk pertama kalinya, HPN digelar di tiga tempat, di Pekanbaru, di Banjarmasin dan di Solo. Ini mencerminkan adanya perbedaan prinsip yang membuat PWI dalam kondisi tidak baik-baik saja,” ujar Zulmansyah Sakedang, Ketua Umum PWI Pusat dalam pidatonya pada puncak peringatan HPN di Ballroom Hotel Mutiara Merdeka, Pekanbaru, Minggu (9/2/2025).
Zulmansyah secara terbuka meminta maaf kepada insan pers dan berbagai pihak yang merasa terganggu dengan dinamika internal PWI. Sejak didirikan pada 9 Februari 1946, PWI selalu menjadi garda terdepan dalam perjuangan pers nasional.
“Namun, tahun ini kita menghadapi realitas pahit. Meski demikian, semangat pers tidak boleh surut. Semoga pada HPN tahun depan, kita bisa solid dan bersatu kembali,” ujar mantan Ketua PWI Riau dua periode ini. HPN di Riau mengusung tema “Pers Berintegritas Menuju Indonesia Emas.”
Sementara HPN 2025 di Banjarmasin juga berlangsung dalam suasana prihatin. Setidaknya, sejumlah wartawan yang hadir di bumi Kalimantan Selatan itu, merasakan hal yang sama dengan rekan-rekannya yang merayakan HPN di Pekanbaru. Sedih, prihatin dan merasa ada sesuatu yang hilang. Termasuk jurnalis di Solo yang khusus memperingati HPN di kota kelahiran PWI itu. Mereka memilih berkontemplasi dengan tema “Jaga Persatuan, Wis Ora Wayahe Musuhan.” “Jaga Persatuan, Jangan Bermusuhan.”
HPN 2025 di Banjarmasin berlangsung di bawah tanggung jawab Hendri Ch Bangun, Ketum PWI hasil Kongres Bandung yang tetap bertahan meski sudah diberhentikan penuh sebagai anggota PWI oleh Dewan Kehormatan (DK) PWI pada Juli 2024 lalu. Tema HPN di Banjarmasin “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa.”
Kasus “Cashback”
Mengapa PWI ‘pecah’ dan jadi dua kubu? PWI hasil KLB yang dipimpin Zulmansyah Sakedang dan PWI hasil Kongres Bandung dengan Ketua Hendri CH Bangun.
Selaku Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumatera Barat, saya mengikuti sejak awal masalah yang memicu friksi di tubuh PWI Pusat itu. Masalah itu terkait dengan dugaan penyelewengan dalam pengelolaan dana sponsorship BUMN untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI. Tiga orang terduga pelaku penyelewengan dana senilai Rp1,7 miliar, itu merupakan pengurus PWI Pusat di bawah kepemimpinan Hendri Ch Bangun. Ketiganya sudah dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat berdasarkan PD PRT, Kode Etik dan Kode Perilaku PWI.
Dalam dugaan penyelewengan dana UKW yang kemudian dikenal dengan kasus “cashback”, Hendri Ch Bangun dalam pemeriksaan oleh DK, dinilai ikut terlibat dan bertanggung jawab atas kasus itu. DK pun memberi surat peringatan. Hendri ‘melawan’ putusan DK. Sementara tiga pengurus yang dijatuhi sanksi oleh DK, akhirnya memilih mengundurkan diri.
Pada 10 Juli 2024, waktu mengumumkan perombakan pengurus setelah pengunduran tiga orang yang tersangkut dalam kasus keuangan PWI Pusat itu, Hendri Ch Bangun malah juga mencopot empat anggota DK, termasuk Sekretaris DK Nurcholis MA Basyari. Padahal, sesuai PD PRT, Ketua Umum tidak punya kewenangan sama sekali untuk mengganti pengurus DK. Itu ranahnya ketua dan pengurus DK, bukan Ketum.
DK PWI Pusat pun memperingatkan Hendri agar mencabut putusan pergantian sekretaris dan anggota DK. Peringatan itu tidak digubris. Puncaknya, pada 16 Juli 2024, DK menerbitkan SK Nomor 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 Tentang Sanksi Pemberhentian Penuh terhadap Hendri Ch Bangun sebagai anggota PWI sejak 16 Juli 2024. Sebagai konsekuensi atas pemberhentian penuh itu, Hendri Ch Bangun tidak bisa lagi menjadi pengurus (Ketum) PWI.
Menindaklanjuti keputusan tersebut, DK menyurati Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat dan para Ketua PWI Provinsi se-Indonesia dan meminta agar diadakan Rapat Pleno Pengurus Pusat untuk menunjuk Pelaksana Tugas guna menyiapkan Kongres Luar Biasa (KLB).
Begitulah, pada KLB PWI pada 18 Agustus 2024, terpilih Zulmansyah Sakedang sebagai Ketua Umum PWI menggantikan Hendri Ch Bangun yang sudah diberhentikan penuh sebagai anggota PWI.
Namun, hasil KLB ini tidak diterima Hendri. Dia bertahan dan tetap mengklaim, bahwa dirinyalah Ketua Umum PWI yang sah. Sejumlah PWI Provinsi yang mendukung penegakkan PD PRT organisasi dan hadir pada KLB 18 Agustus 2024, dibekukan oleh Hendri Ch Bangun yang sudah diberhentikan DK. Tidak cukup sampai di situ. Hendri juga menunjuk Plt di provinsi-provinsi yang dibekukannya itu. Friksi PWI Pusat pun menjalar ke daerah.
PWI Sumbar Solid
PWI Provinsi Sumatera Barat yang sejak awal berusaha tegak lurus dengan aturan organisasi (PD PRT, Kode Etik dan Kode Perilaku Wartawan), termasuk satu dari sekian PWI Provinsi yang dibekukan Hendri Ch Bangun. Untungnya di Sumbar, dampaknya tidak terlalu besar.
“Alhamdulillah, seluruh pengurus PWI Provinsi, kota dan kabupaten se-Sumbar solid. Tidak ada yang terpengaruh dengan situasi di pusat. Seluruh kegiatan dan program PWI di Sumbar, jalan. Pengurus harian bersama DKP telah mengkomunikasikan situasi PWI Pusat itu kepada semua mitra yang ada di Sumbar, termasuk gubernur. Pak gubernur dan mitra kita, Alhamdulillah, paham,” ujar Ketua PWI Sumbar, Widya Navies.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah dalam beberapa kali pertemuan dengan pengurus PWI Sumbar selalu mengingatkan, agar para anggota PWI di Sumbar, untuk tetap bersatu dan tidak terjebak dalam friksi PWI pusat.
“Masalah di pusat, jangan sampai mengganggu apalagi merusak hubungan sesama wartawan di Sumbar. Tetaplah kompak. Kita di daerah perlu kompak dan bersatu membangun Sumatera Barat,” ujar Mahyeldi saat bertemu Ketua PWI Widya Navies dan saya di Rumah Dinas Gubernur, Rabu malam (5/2/2025).
Terkait momentum HPN, Gubernur Mahyeldi menyampaikan apresiasi kepada seluruh insan pers yang selama ini telah berperan aktif mengawal pembangunan dan menyuarakan aspirasi masyarakat di Ranah Minang.
“Pers bukan hanya sebagai pilar keempat demokrasi, tapi juga mitra strategis pemerintah dalam menyebarkan informasi yang benar dan mendidik masyarakat,” ujar Gubernur Mahyeldi.
Demikianlah, hakekatnya pers dari waktu ke waktu tetap dibutuhkan selaras dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakatnya. Kendati suasana HPN 2025 diliputi rasa prihatin, namun semangat mengabdi untuk kepentingan publik, tidak boleh surut.
Momentum HPN sejatinya jadi ajang refleksi dan memperbaiki diri bagi pers, bagi media dan bagi wartawan yang menghadapi tantangan kompleks akhir-akhir ini. Badai disrupsi digital belum reda. Masih bergejolak dan berputar-putar. Pekan-pekan belakangan muncul lagi tantangan baru. Regulasi pengetatan anggaran dari pusat sampai ke daerah. Salah satu poin krusialnya adalah pengetatan anggaran untuk publikasi dan pencetakan. Bisakah pers tetap independen dan berintegritas? (bersambung) (Zul Effendi)