(pelitaekspres.com) -BANDARLAMPUNG – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung melaporkan bahwa garis kemiskinan pada September 2024 tercatat sebesar Rp599.018 per kapita per bulan, meningkat 2,13 persen dibandingkan Maret 2024. Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Lampung, Febiyana Qomariyah, dalam rilis Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Lampung, pada Rabu (15/1), menyampaikan bahwa kenaikan ini didominasi oleh Garis Kemiskinan Makanan (GKM) yang mencapai 74,82 persen, sedangkan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) hanya sebesar 25,18 persen. “Kenaikan garis kemiskinan terlihat baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Di perkotaan, garis kemiskinan meningkat dari Rp640,9 ribu per kapita per bulan pada Maret 2024 menjadi Rp655,6 ribu per kapita per bulan pada September 2024, naik sebesar 2,30 persen,” ungkapnya.
Sementara itu, di perdesaan garis kemiskinan meningkat dari Rp560,3 ribu per kapita per bulan pada Maret 2024 menjadi Rp571,8 ribu per kapita per bulan pada September 2024, mengalami peningkatan sebesar 2,04 persen.
Feby menyampaikan meski terjadi peningkatan garis kemiskinan, tingkat kemiskinan di Provinsi Lampung justru menunjukkan penurunan, “Kemiskinan di Lampung pada September 2024 turun menjadi 10,62 persen dari 10,69 persen pada Maret 2024. Tren penurunan ini sejalan dengan kemiskinan nasional yang juga turun dari 9,03 persen pada Maret 2024 menjadi 8,57 persen pada September 2024.” terangnya.
Tren penurunan kemiskinan di Lampung terus berlanjut sejak Maret 2015 yang saat itu berada di angka 14,35 persen hingga mencapai 10,62 persen pada September 2024. Penurunan bahkan lebih signifikan di tingkat nasional, dari 11,22 persen pada Maret 2015 turun menjadi 8,57 persen pada September 2024.
Disparitas antara kemiskinan di perkotaan dan perdesaan masih cukup mencolok. Pada September 2024, tingkat kemiskinan di perkotaan hanya sebesar 7,91 persen atau setara dengan 239,51 ribu jiwa, sementara di perdesaan mencapai 12,04 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar 699,80 ribu jiwa.
Selama periode Maret 2024 hingga September 2024, jumlah penduduk miskin di perdesaan meningkat sebanyak 2,6 ribu jiwa, sedangkan di perkotaan mengalami penurunan sebanyak 4,5 ribu jiwa. Sejak September 2019 (masa sebelum pandemi Covid-19) hingga masa pemulihan pandemi saat ini, disparitas antara kemiskinan di perkotaan dan perdesaan masih tinggi. Pada September 2019, tingkat kemiskinan di perkotaan tercatat sebesar 9,02 persen, sementara di perdesaan sebesar 13,96 persen. Namun, pada September 2024, tingkat kemiskinan di perkotaan (7,91 persen) dan perdesaan (12,04 persen) sudah kembali ke level sebelum pandemi.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Dari September 2019 (masa sebelum pandemi Covid-19) hingga masa pemulihan saat ini, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) terus menunjukkan penurunan baik di perkotaan maupun perdesaan. Pada September 2024, P1 turun menjadi 1,744 dari sebelumnya 1,988 pada September 2019. Hal yang sama juga terjadi pada P2 yang turun dari 0,442 pada September 2019 menjadi 0,396 pada September 2024. Data ini menunjukkan tren positif dalam penanganan dan penurunan tingkat kemiskinan, meskipun garis kemiskinan per kapita naik. Namun, disparitas antara perkotaan dan perdesaan masih menjadi tantangan yang perlu mendapatkan perhatian lebih.(Red)