(pelitaekspress.com) – KALTIM – Setiap penulis haruslah memahami idenya sebelum menjadi tulisan. Menulis fiksi berarti mewujudkan pemahaman tentang dunia.

Salah satu cara membangun pemahaman adalah dengan melakukan riset, sesederhana dan sekompleks apa pun riset dipahami.

Tujuh belas tahun yang lalu, publik sempat digegerkan dengan terbitnya novel berjudul ‘Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur!’ (Memoar Luka Seorang Muslimah). Beberapa pihak meradang, mencaci, menghujat dan akhirnya membenci penulisnya.
“Penulis novel ini berusaha merusak akidah Islam” kata seorang dosen agama. Selain itu, salah satu kelompok gerakan agama tertentu yang cukup populer dan disegani di Indonesia juga meradang. Sekarang novel itu mulai diterima dan terus dicetak ulang.

Betulkah karya fiksi yang kuat, selain lahir dari pengalaman dan imajinasi, juga ditulis berdasarkan riset? Bagaimana menjalankan riset dalam rangka penulisan fiksi? Pada #ngobrolsastra kali ini kita menghadirkan salah satu penulis penting Indonesia, Muhidin M. Dahlan, pengarang ‘Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur!’ fiksi yang dibuat sepenuhnya berdasarkan kisah nyata dan wawancara serius.

Diskusi akan dipandu oleh Dahri Dahlan., S.S., M.Hum, salah satu pengurus Komite Seni Budaya Nusantara(KSBN) Kaltim bagian litbang, melalui siaran langsung Instagram: @dahri.dahlan – Jumat 15 Mei 2020, pukul 21.00 WITA. (JT)

Tinggalkan Balasan