(pelitaekspres.com) -PAPUA- Pembangunan di Papua merupakan manifestasi pola pembangunan dimana tanah “Papua” hanya menjadi tempat dilaksanakannya pembangunan, sehingga tidak merefleksikan pembangunan yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Akibatnya, masyarakat Papua tidak dapat dan tidak mampu merasakan dan menikmati pembangunan yang dilaksanakan di tanah mereka.
Papua harus menjadi tanah harapan bagi semua rakyat Papua di mana mereka dapat hidup layak, sejahtera, dan bahagia sebagaimana saudara-saudaranya di daerah lain. Hal ini bukan mimpi jika pembangunan Papua didasarkan kebutuhan masyarakat, melibatkan partisipasi masyarakat, dan berbasiskan nilai masyarakat Papua. Suatu pengantar dalam mengelola tata pemerintahan (governance) berbasis nilai-nilai dasar orang Papua dalam studi refleksif antropologis.
Menindak lanjuti kunjungan Kerja Tim Majelis Rakyat Papua tanggal 18/02/2022 yang meninjau langsung masyarakat Adat Kamarsano yang berada pada wilayah Tapal Batas bagian barat Kabupaten Waropen, berbatasan dengan Kabupaten Nabire bagian timur, dengan maksud melihat kehidupan sosial budaya serta menyerap aspirasi masyarakat adat, guna mendapat kepastian informasi yang berkembang terkait keinginan masyarakat pesisir Nabire dalam statusnya sebagai masyarakat wilayah adat Saireri.
Mewakili kelompok masyarakat pesisir Waropen dalam penyusunan dokumen kajian hubungan budaya Saireri, Ben M. Ruatakurei S.Pd.MM, selaku koordinator pengkajian melalui pesan yang diterima media melalui watssApp, menjelaskan bahwa penyerahan dokumen pengkajian ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam rangka memperkuat MRP sebagai lembaga kultur dalam melaksanakan tugas.
Menurut Ben M. Ruatakurei bahwa dalam momen penyerahan dokumen tersebut, Edison Tanati selaku Ketua Pokja Afirmatif MRP, berharap bahwa pemerintah daerah melalui Bupati di dua wilayah ini, diharapkan merespon aspirasi masyarakat adat yang berada di tapal batas masing-masing wilayah dengan dapat mendata secara baik aset – aset daerah di distrik – distrik terluar dengan tapal batas berdasarkan sebaran masyarakat adat setempat.
Selain itu, kata Ben sapaanya bahwa sesuai kesepakatan dengan MRP, setelah dialog dengan masyarakat adat Waropen kemarin, direncanakan akan kembali melakukan pertemuan dengan masyarakat Napan di Kabupaten Nabire dan sekitarnya, lalu ada pertemuan untuk kesepakatan bersama, pungkasnya.
Lebih lanjut dijelaskan Ruatakurei, bahwa dokumen kajian ini disusun berdasarkan, pertama berdasarkan Aspek Perjalanan Suku, Batas wilayah Adat dan ruang Budaya, serta yang kedua berdasarkan Pendekatan Peta Pembagian Wilayah Pemerintahan, bebernya.
Ungkapnya lagi bahwa perlu ada ruang untuk duduk bersama melihat hal ini, baik masyarakat yang ada di wilayah pesisir Nabire maupun di wilayah Waropen dan juga di tiga Kabupaten lainnya yaitu Biak, Yapen serta Supiori, dalam semangat membangun masyarakat kita di pesisir yang penuh dengan kekayaan Emas Birunya.
Dalam perpektif budaya, saya berharap para tokoh adat di dua wilayah khususnya Nabire dan Waropen harus duduk bersama guna membicarakan hal – hal pokok terkait hak ulayat adat dan aspek pelayanan pemerintahan agar masyarakat benar – benar merasakan manfaat dari sebuah kebijakan pembangunan kedepan, urainya.
Pintanya lagi bahwa perlu kita mendukung terus MRP melalui Pokja Afirmatif agar kreatif melihat dan merespon hal ini dalam kerangka bernegara dan berbangsa, agar bersesuaian dengan regulasi atau peraturan pemerintahan, ujar Ruatakurei menutup pesan WatssAppnya ke media.(Zack).