Smelter Menurut Perspektif Kepentingan Orang Papua Vs Perspektif Pemerintah Pusat

(pelitaekspres.com) – PAPUA – “Papua Ibarat Gadis Cantik Yang Diidam-idamkan Semua Lelaki Di Dunia. Saling Berebut Wanita Cantik Ini, Perkelahian Terjadi Diantara Sesama Lelaki, Bahkan Malangnya, orang tua dari gadis ini pun di bunuh karena tidak menyetujui hubungan mereka, saudara-saudarinya yang menghalangipun di bunuh. Gadis Yang Malang, kecantikanmu berubah menjadi kutuk bagi dirimu, Hanya “”.

Pasca Gebyar PON Papua XX, Ditegah sukacita masyarakat Papua dan Indonesia menuju puncak akhir PON, kita di suguhi informasi peresmian Smelter Terbesar di Dunia Oleh Preisden Republik Indonesia, urai Agustinus R. Kambuaya, Anggota DPRPB Fraksi Otsus

Mealui rilis yang diterima media, Sabtu, 23/10/21.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) Pembangunan Pabrik Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, Selasa (12/10/2021). Kita Mendapat kabar bahwa ini adalah smelter dengan desain single line terbesar di dunia.

Perspektif Orang Asli Papua Tentang Smelter Di Gresik Provinsi Jawa Timur.

Disaat rakyat Papua berbanga hati dan Bergembira dengan Slogan atau Motto PON XX “TORANG BISA” Disaat yang bersamaan mereka do suguhi berita bahwa Industri olahan hasil Tambang Untuk Mengekstrak Sumberdaya alam Atau Smelter di Bangun Di Greisk Provinsi Jawa Timur. Berita ini kemudian menyulut kemarahan rakyat Papua.

Perasan Gembira karena PON Berubah menjadi marah, sedih dan merasa di lukai, di sakiti dan dihianati oleh Presiden Yang Baru Saja Bermain Bola Di Stadiun Lukas Enembe dan Mengunjungi Mama-mama Papua Penjual Noken.

Dalam benak pemikiran mayoritas masyarakat Papua. Bahwa Smelter mesti di Bangun di Provinsi Papua atau Papua Barat. Sebab tanah Papualah yang punya Tambang emas, nikel, uranium, tembaga, Biji besi seluas 90.000 Ha Freeport atau 110.000 ha Blok Wabu Yang Akan Di Eksploitasi Nanti. Sehingga harusnya, layaknya, dan mutlaknya Smelter di Bangun Di Tanah Papua.  Lanjut Presiden bahwa Smelter Dengan Desing Single Line, Akan Mengolah 1,7 Juta Ton Konsentrat Per Tahun, Apabila di muat dengan truk akan ada 600.000 Truk akan beroperasi di Areal Smelter.

Dari Aspek Keadilan pembangunan ekonomi sesuai ekonomi Pancasila, orang Papua Berpikir Bahwa mereka pantas dan layak Untuk mengelola industri besar dengan Total nilai investasi 41 Trilun dengan Target Tenaga Kerja 30 Ribu orang nanti. Dengan dasar-dasar pemikiran yang berbasis pada hak kepemilikan sumberdaya alam di tanah Papua dan di wilayah adat Papua inilah orang Papua Berpandangan bahwa Baik Freeport Dengan Industri Smelternya Mesti Di Bangun Di Papua. Pandangan dan pemikiran orang Asli Papua ini Justru berbeda dengan pandangan dan desain pembangunan pemerintah pusat.

Smelter Menurut perspektif  Kepentingan Pemerintah Pusat.

Disaat masyarakat Papua menolak, mengecam pembangunan smelter di Gresik, Pemerintah pusat justru memiliki alasan lain. Alasan teknisnya adalah industri olahan hasil Tambang ini membutuhkan dukungan energi arus listrik kuat, suplay air yang cukup, infrastruktur jalan, irigasi bahkan dukungan Stabilitas keamanan dan politik yang kondusif. Alasan teknis menyangkut dukungan terhadap industri smelter.

Alasan lain, adalah merujuk kepada konsep dan sistem pembangunan nasional antara pulau, perlu adanya keseimbangan pembangunan. Pembangunan Yang saling menghidupkan. Ada Daerah konsentrasi industri yang mengolah hasil dari daerah penghasil bahan baku, atau daerah kaya menghidupkan daerah yang tidak punya sumberdaya. Sebagai contoh Papua dan Kalimantan punya Tambang, maka, industri ekstrak atau smelter di Bangun di Jawa Timur. Ini adalah strategi pembangunan yang saling menghidupkan Menurut Perspektif negara.

Pemerintah Indonesia di jaman Jokowi ini melakukan Persiapan-persiapan Indonesia menuju Lompatan Perubahan. Indonesia di cadangan akan menjadi Negara Industri Maju Pada 2030 Mendatang. Dan itu Prosesnya saat ini. Ada beberapa pilar-pilar utama yang di siapkan di beberapa sektor. Sektor Pertahanan Keamanan, Kementerian Pertahanan Telah Mengenjot Alutsista senilai US$ 124.995.000.000 atau setara Rp1,7 kuadriliun.

Memutuskan Mata Rantai Ketergantungan Ekonomi.

Dibidang Ekonomi terdapat interdependensi yang luar biasa antara Negara-negara Maju dan Negara Berkembang Atau Dunia Ketiga. Termasuk Indonesia didalamnya. Selama ini negara-negara Maju punya teknologi, pabrik, industri, SDM, dan Modal. Sementara Indonesia Punya Sumberdaya Alam. Keduanya saling bekerja. Sehingga ketimpangan keuntungan itu terjadi.

Sementara Dibidang Ekonomi Khususnya Untuk Memutus Mata Rantai Ketergantungan Indonesia Dengan Negara Lain Dalam Hal Teknologi Olahan Pemerintah Harus Berani Membangun Industri Seperti Smelter, Industri Baja, Industri Kilang Minyak dll. Ini adalah strategi pembangunan untuk memutuskan mata rantai ketergantungan teknologi Negara berkembang seperti Indonesia dengan Negara Maju.

Selama ini Indonesia hanya menjadi tempat investasi dan Eksploitasi sumberdaya alam, atau hanya menjual sumberdaya alam  tanpa mengolahnya sendiri sehingga secara ekonomi sanggat rugi. Hasil mentah di bawah keluar negeri, di ekstrak menjadi bahan setengah jadi dan Bahan jadi yang punya nilai ekonomis tinggi.

Karena itu keputusan pembangunan Smelter menurut  Pemerintah pusat adalah upaya membangun kemandirian mulai dari proses ekonomi dari Hulu sampai ke hilir. Atau Eksploitasi sampai kepada pengolahan. Inilah yang menjadi tekad kuat Pemerintah pusat untuk membangun smelter.

Bahwa smelter yang dibangun di Jawa Timur ini Menjadi penyedia jasa baru dibidang Ekonomi Pertambangan.  Pembangunan Industri Smelter Akan Menjadi Peluang Ekonomi Baru. Dimana, Pemerintah akan menjadi Penyedia jasa di bidang Pertambangan. Bukan hanya mengolah hasil Tambang Dari Papua. Setelah hasil tambang Freeport di Gali Habis, atau Hasil Tambang Blok Wabu 110.000 Ha di Gali Habis, industri Smelter ini tidak langsung tutup.

Sebaliknya,industri ini akan menjadi industri yang hidup sampai 100 Tahun Mendatang. Dengan Jasa industri smelter terbesar ini, Berbagai negara di ASEAN bahkan Negara Maju untuk kebutuhan ekstrak atau pengolahan hasil Tambang akan di bawa ke Indonesia atau Gresik sebagai tempat pengolahan. Jasa pengolahan  ini cukup menjanjikan bisnis baru, yaitu bisnis jasa pengolahan. Ini menjadi Kepentingan ekonomi strategis Negara Dalam rangka membangun daya saing ekonomi Indonesia di tingkat kawasan ASEAN, AFTA, ACFTA dan Dalam Ranah Free Trade Area Atau Free Market.

Apa Solusi Untuk Papua Dari Dua Perspektif Ini ?

Perlu Adanya Perundingan Sumberdaya Alam Papua. Perundingan atau Negosiasi ini mesti digelar atau di buka antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Masyarakat Adat Pemilik Sumberdaya Alam, BUMN dan Swasta Yang Akan Berinvestasi Pada Smelter di Gresik Nanti.

Apa Saja Yang di Rundingkan.? Hal-hal yang perlu di rundingkan  adalah Soal Bagi Hasil Pendapatan dari Olahan Tambang. Tenaga Kerja Atau SDM Didalam Industri Smelter di Jawa Timur Harus 70% Orang Asli Papua.

Investasi Sub Kontraktor Musti Mengisi Pengusaha Papua. Khususnya Masyarakat Adat Pemilih Tanah Adat Yang Menyimpan Harta Karun Hasil Tambang itu.

Tidak Hanya freeport dan Smelter Yang di Rundingkan Ulang Tetapi Semua Perusahan Tambang, Energi dan Migas di Papua Perlu di Review Kembali.

Apabila semua ini bisa di lakukan barulah ekonomi yang selama ini hanya orientasi Eksploitasi itu sedikit menunjukan wajah dan rasa keadilan bagi orang Papua. Jika tidak, Gejolak Papua itu akan terus terjadi karena kekayaan cadangan sumberdaya alam Papua yang di keruk untuk kepentingan dunia luar. Bukan untuk kepentingan Orang Papua. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rayat Indonesia, itulah tujuan bernegara, (Ed.zri).

Tinggalkan Balasan