(pelitaekspres.com)-PAPUA – Jakarta terkesan memaksakan Kehendak dan terburu – buru menetapkan Jadwal Pembahasan Penetapan Pengesahan Rancangan Undang – undang Otonomi Khusus Papua menjadi Undang – undang.
Jadwal Sidang Paripurna DPRRI dengan Kerja – Kerja Panja sebagaimana Penyampaian Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Mansia RI Eddy Hiariej yang di lansir media CNNIndonesia.com pada tanggal 5 Juli 2021 waktu Jakarta, 12/07/2021.
Pokok-pokok yang di sampaikan Wakil Menkumhan itu, dapat digaris bawahi tiga hal yaitu : Penambahan atau Peningkatan Penerimaan Dana Otsus Papua dari 2 % menjadi 2, 25%.
Alokasi 2,25% Dana yang di Kelola sebesar 1 % dalam Bentuk Bloc Grend oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, dan 1, 25% dalam bentuk Spesifik Greand yg di tentukan oleh pemerintah pusat, serta Pasal 76 yang juga menjadi fokus pembahasan yaitu Pemekaran Provinsi.
Kepada media, Ketua Forum Kebijakan Affirmatif Pembangunan Propinsi Papua (FKAPP) Benyamin Wayangkau, SE mengatakan bahwa pembahasan-pembahasan Panja tanggal 6 – 7 Juli 2021 sudah selesai, dan juga telah dilanjutkan ke tahapan Perumusan dan Singkronisasi hasil tanggal 8 – 9 Juli 2021, namun pada tahapan ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan.
Publik di Indonesia dan khususnya OAP sebagai Subjek Pembangunanpun belum tau pasti? Sementara pada tanggal 8 Juli 2021 salah satu Tokoh Politik Senior Papua yakni Fredi Numberi menyampaikan pikiran beliau tentang “Kewenangan Otsus Papua yang dikebiri” dilansir melalui media Papuainside.com.
Menurut Ketua FKAP Papua, bahwa Jakarta masih memandang Uang sebagai sarana penyelesaian masalah di Papua, karena tambah uang habis perkara itulah pikiran Jakarta. Selain itu, Pemerintah Pusat masih menerapkan Kebijakan setengah Hati di Papua, dengan pola Kasih Kepala tetapi menahan ekor.
Ada Maksud Apa, Alokasih Dana 1, 25% harus ditentukan oleh Pusat yang dalam tafsiran kami di kelolah oleh pemerintah pusat.
Saya tegaskan bahwa Jangan menambah pasal krusial yang mengaburkan hakekat sesungguhnya dari makna “Lexspesialis” dari Undang – undang Otonomi Khusus Papua itu, Lalu bagaimana dengan makna Lagu, Bendera dan Simbol lainnya yang juga merupakan Simbol Kultur Orang Asli Papua dimana letak kearifan lokal di dalam Undang – undang?
Kami menilai bahwa akan muncul persoalan baru dari hadirnya Penetapan Pengesahan Revisi Undang – undang Otsus ini. Jika Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, mengatakan berbagai Pihak di Papua mengiginkan Dana 1 % dalam bentuk Bloc Grend, maka pertanyaannya “Pihak yang mana? ini harus jelas jangan terkesan seperti ” Fatamorgana”.
Kenapa Tidak sekalian 2 % dalam bentuk Blocgrend lalu di Kelolah, seperti model Era Gubenur Barnabas Suebu dimana semua mekanisme Pengelolaannya jelas dan serempak di seluruh Kampung – kampung di Papua yang diawasi ketat Bank Dunia secara langsung, (ed.zri).