(pelitaekspres.com) –SOFIFI – Rakor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Maluku Utara (Malut) yang dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) lebih ditekankan untuk membahas persoalan kesetaraan gender dalam pembangunan ekonomi, khususnya di Maluku Utara.
“Rakor P3A agar lebih ditekankan pada isu-isu strategis keterlibatan perempuan dalam pembangunan ekonomi yang tepat sasaran, sesuai potensi lokal,” ucap Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Setdaprov Malut Sri Hatari, kepada pelitaekspres.com, via pesan whatsApp, Jum’at (28/05/2021).
Kesetaraan gender, kata Sri yang diperjuangkan sejak era Kartini hingga saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi perempuan Indonedia termasuk perempuan di Maluku Utara.
Selain itu, disatu sisi perempuan merupakan aset Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat potensial dari sisi ekonomi, sosial budaya dan police kebijakan. Disisi lain juga keterlibatan dan keberpihakan pada perempuan dalam pembangunan ekonomi hanyalah menjadikan perempuan sebagai alternatif bukan sebagai “primer over” dalam pembangunan.
“Maka tidaklah heran, pertumbuhan keterlibatan perempuan pada pembangunan di Maluku Utara tidak signifikan dengan mainstream/arus utama perempuan-perempuan yang berkemajuan.Oleh karena itu, perlu kolaborasi program disetiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melibatkan perempuan sebagai subjek pembangunan,” harapnya.
Sementara, stigma perempuan lebih rendah dari pada laki-laki, menurut Sri bahwa posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki merupakan sumber masalah dari ketimpangan gender sehingga stigma tersebut tidak hanya terjadi di Maluku Utara, tetapi juga terjadi di daerah-daerah lain dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Untuk itu, perempuan Maluku Utara yang selama ini masih dijadikan sebagai objek kepentingan dan bukan sebagai subjek pembangunan, dibutuhkan perhatian dan peranan dari semua pihak untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan ekonomi di Maluku Utara.
“Intervensi yang dilakukan institusi terkait masih pada tataran “performance retorika” untuk menyelesaikan sebuah capaian proyek saja dan tidak pada substansi outcome (hasil) yang berkelanjutan. Sehingga, sentuhan-sentuhan keperempuanan dalam logika ekonomi keluarga bagi pelaku-pelaku usaha ekonomi kecil masih jauh dari yang diharapkan,” tutup mantan Plt Kadis pangan ini. (ais).