(pelitaekspres.com) -BANDAR LAMPUNG – Satreskrim Polresta Bandar Lampung memastikan proses hukum terhadap perkara dugaan pencurian dan atau penggelapan sertifikat tanah yang dilaporkan oleh korban berinisila EA tetap berjalan sesuai prosedur.
Kasi Humas Polresta Bandar Lampung, AKP Agustina Nilawati, mewakili Kapolresta Bandar Lampung mengatakan bahwa perkara tersebut masih dalam proses hukum dan penyidik akan segera melaksanakan gelar perkara untuk menyiapkan pelimpahan berkas ke wilayah hukum yang berwenang.
“Benar, saat ini penyidik masih melakukan koordinasi dengan kejaksaan terkait pelimpahan berkas. Meski lokasi kejadian berada di luar wilayah hukum Polresta Bandar Lampung, kami memastikan proses hukum tetap berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar AKP Agustina, Sabtu (8/11/2025).
Kasus ini berawal dari laporan polisi Nomor : LP/B/1844/XII/2023/SPKT/POLRESTA BANDAR LAMPUNG/POLDA LAMPUNG, tertanggal 14 Desember 2023, dengan terduga terlapor berinisial NA, yang merupakan adik kandung almarhumah FA, ibu pelapor EA.
Kasus bermula ketika pelapor mengetahui bahwa sertifikat hak milik atas nama almarhumah FA, berada dalam penguasaan terlapor sejak tahun 2016. Setelah dilakukan konfirmasi pada Juli 2023 di kediaman terlapor di Kota Tangerang, sertifikat tersebut tidak dikembalikan. Merasa dirugikan, pelapor kemudian melapor ke Polresta Bandar Lampung atas dugaan tindak pidana pencurian dan atau penggelapan.
Dalam proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa pelapor, saksi-saksi, serta terlapor, dan juga meminta keterangan ahli pidana dari Universitas Saburai. Upaya mediasi sempat dilakukan, namun tidak mencapai kesepakatan. Berdasarkan hasil penyelidikan, pada 19 April 2024 kasus dinaikkan ke tahap penyidikan dengan dugaan pelanggaran Pasal 372 KUHPidana tentang Penggelapan.
Selama penyidikan berjalan, terlapor mengajukan gugatan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama Tanjung Karang. Gugatan tersebut kemudian berlanjut hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Berdasarkan putusan Kasasi Nomor 808 K/Ag/2024 tanggal 13 Desember 2024, Mahkamah Agung memutuskan untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung Nomor 23/Pdt.G/2024/PTA.Bdl, sehingga status kepemilikan kembali menjadi objek hukum yang sah untuk dilanjutkan penyidikannya.
Pasca putusan tersebut, penyidik menetapkan NA sebagai tersangka. Pada 10 Maret 2025, tersangka memenuhi panggilan penyidik dan menyerahkan sertifikat tanah asli kepada penyidik, yang kemudian dilakukan penyitaan sebagai barang bukti. Namun, penyidik tidak melakukan penahanan karena tersangka tengah menjalani perawatan medis dan mengajukan permohonan tidak dilakukan penahanan, yang disertai bukti rekam medis.
Penyidik menjelaskan, keputusan tersebut sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, di mana penahanan hanya dapat dilakukan apabila terdapat kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
Setelah berkas perkara lengkap, penyidik melimpahkan berkas ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 15 April 2025. Namun, berkas sempat dikembalikan untuk melengkapi petunjuk JPU. Berkas yang telah diperbaiki kemudian dikirim kembali pada 30 September 2025,
Pada tanggal 14 Oktober 2025 berkas perkara dikembalikan dari JPU setelah koordinasi lebih lanjut, disimpulkan bahwa tempat kejadian perkara (TKP) berada di wilayah Kota Tangerang, Provinsi Banten, sehingga kewenangan pengadilan berada di bawah Pengadilan Negeri Tangerang.(red)


