(pelitaekspress.com)-KALIANDA- Untuk pertama kalinya di Indonesia Kejaksaan Negeri Lampung Selatan melakukan penghentian penuntutan kepada tersangka Ir (27) salah seorang sopir yang diduga menggelapkan Karet saat bertugas dengan nilai kerugian sebesar Rp. 525 ribu yang diajukan oleh pihak kepolisian dari Polsek Tanjung Bintang karena sudah memenuhi proses peradilan.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Selatan, Hutamrin, Jumat (14/08/2020) kepada media ini diruanganya.
“Ini namanya Keadilan Retoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2010 yang ditetapkan tertanggal 1 Juli 2020, dimana Jaksa diberikan kewenangan untuk melakukan penghentian penuntutan, berdasarka Keadilan Restoratif, artinya penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelakuknya, korban dan keluarga pelaku /korban ataupun pihak lainya yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali kepada keadaan semula , jadi perdamaian antara korban dan pelaku yang mengedepankan rasa keadilan dalam masyarakat itulah Keadilan Restoratif ” Kata Hutamrin.
Penghentian penuntutan oleh Jaksa ini ada dasarnya, jadi tidak serta merta melakukan penghentian penuntutan, tetapi kepada perkara-perkara yang ancaman hukumannya lebih 5 tahun, nilai kerugian tidak lebih dari Rp. 2,5 juta, serta sudah ada surat perdamaian yang ditanda tangani antara pelaku dan korban, hal itu sesuai dengan Perja Nomor 15 tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif ” Tuturnya.
Pelaksanaan ini dilakuan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan melaporkan secara berjenjang kepada kepala Kejaksaan Negeri, Kemudian meneruskanya kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
Proses kami pada saat ini dengan telaah itu kami melakukan permohonan kepada Kejaksaan Tinggi, apakah kejaksaan tinggi menyetujuti atau tidak menyetujuji dengan permohonan penghentian penuntutan itu ” Lanjut Hutamrin.
Pada saat surat sudah dikirim ke jaksaan tinggi, dengan waktu 3 hari, kejati wajib memberikan balasan apakah diterima atau ditolak, kita punya standarisasi untuk melakukan pengawasan jangan sampai pula jaksa melakukan Restoratif semaunya, karena dalam Perja 15/2020 sudah diatur mana perkara yang dapat dilakukan Restoratif, jadi ada kategorinya termasuk waktunya ” Tuturnya lagi.
Dalam penerapan keadilan Restoratif itu sudah ada kepastian waktu, yakni selama 14 hari pada saat tahap kedua yakni penyerahan penahanan dan barang buktinya dari Polisi kepada kejaksaan, maka JPU melakukan mediasi perdamaian antara Pelaku dan Korban, apabila sudah ada perdamaian antara pelaku dan korban, maka JPU wajib mengirimkan surat kepada Kejaksaan tinggi, kemudian dalam waktu 3 hari Kejaksan tinggi wajib memberikan jawaban apakah permohonan keadilan Restiratif itu diterima atau ditolak.
Sedangkan penahanan tersangka tetap dilakukan, namun setekah ada putusan dari Kejati dan dikabupkan permohoban pengadilan Restoratif, maka yang bersangkutan akan dikeluarkan, tetapi kalau ditolak maka proses peradilan akan dilanjutkan.
Perja 15 tahun 2020 ini dimaksudkan jangan sampai ada perkara-perkara kecil masuk dalam persidangan yang seharusnya dapat diselesaikan perdamaian dan keadilan masyarakat terpebuhi, serta azas persidangan cepat dan sederhana dapat terlaksana.
Khusus dalam perkara Ir warga Tanjung Bintang, dalam perkara penggelapan karet dengan nilai kerugian sebesar Rp. 525 ribu, yang saat ini aedang diajukan proses Keadilan Restoratif oleh JPU karena dinilai saat melakukan tindak pidana penggelapan karet senilai Rp. 525 ribu itu karena murni untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan kondisinya sangat memprihatinkan, sehingga jaksa kemudian mengajukan permohonan kepada Kejaksan Tinggi, hal itu dilakukan sesuai dengan Himbauan Kejagung bahwa Jaksa harus berintgritas dalam memenuhi keadilan masyarakat dalam penentuan penegakan hukum ” Pungkasnya. (cak Ton)