Pemekaran DOB Papua, Hendaknya Memperhatikan Sosial Culture Papua

(pelitaekspres.com) – PAPUA – Dinamika politik Papua sangat berpengaruh terhadap Kebijakan Negara di kanca Nasional, dan Internasional jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia, manakalah dilakukan survey secara acak di 34 provinsi di tanah air.

Permasalahan Pembangunan Papua sejak di Integrasikan ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga bergulirnya Reformasi, masih terus mewarnai dan dominan dalam diskusi-diskusi ilmiah hingga diskusi terbuka yang melibatkan banyak pihak dari berbagai lembaga soal Kemiskinan, Ketertinggalan SDM, keterbatasan Infrastruktur, Pertumbuhan Economi, Pemerataan Lapangan Pekerjaan, HAM, Status Politik Papua, serta Pemekaran Wilayah dan lain sebagainya.

Langka-langka kongrit yang diambil pemerintah pusat untuk mengejar ketertinggalan Propinsi Papua yang dulu bernama Irian Jaya ini, terus dilakukan guna mengurangi resistensi politik dan meghapus atau meminimalisir isu – isu pembangunan tersebut karena sudah banyak dilakukan guna menjaga keutuhan NKRI.

Kebijakan ini terus berlangsung termasuk di cabutnya moratorium pemekaran wilayah DOB khusus bagi Papua dan Papua Barat agar mengurangi ketimpangan pembangunan dan sebaliknya mempercepat proses pembangunan tersebut dalam rentang kendali pelayanan pemerintahan kepada masyarakat Papua.

Kebijakan Politik Hukum melalui UU Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 yang kemudian di amandemen setelah dilaksanakan selama 25 tahun dengan undang – undang Nomor 2 tahun 2021 pasal 76 ayat 1- 5, turunannya di atur lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP) Nomor 106 tahun 2021 pasal 92 ayat 1 – 3, pasal 93 sampai dengan pasal 97, yang menjadi dasar diusulkannya pemekaran provinsi maupun kabupaten/kota.

Pengusulan tersebut berdasarkan usulan masyarakat daerah dan dapat juga di lakukan berdasarkan inisiatif usulan dari pemerintah pusat diatas secara langsung. Salah satu aspek penting yang harus di ingat oleh pemerintah pusat adalah Pemetaan dan Pembagian Wilayah DOB harus berdasarkan Aspek Sosial Budaya atau Culture Masyarakat Papua.

Rancangan UU Pemekaran DOB yang telah dibuat oleh pemerintah pusat saat ini belum dapat di berlakukan karena perlu mendapat masukan Masyarakat Papua, karena perlu ada pertimbangan Sosial Budaya atau Culture, ucap Benyamin Wayangkau, SE Ketua FKAPP Papua kepada media, Rabu, 02/03/22.

Menurut aktifis GAMKI Papua ini bahwa rancangan draf usulan pemerintah pusat mengenai “Provinsi Papua, dan Papua
Tengah” didalamnya di masukan Kabupaten Pegunungan Bintang ke Propinsi Papua, dan Kabupaten Nabire Ke Papua Tengah”, kami menilai hal ini sangat Keliru dan membawa masalah tersendiri sehingga harus di selesaikan.

Kata Beny sapaannya bahwa bila dilihat dari posisi Kabupaten Pegunungan Bintang, maka ‘tidak masuk dalam “Affdeling Nord Newgunea Holandia”, maupun “Gelvinkbai, sehingga dari aspek budaya ini tidak masuk
“Saireri ataupun “Dafonsoro”, bahkan juga ‘Mamberamo Tami”, (Mamta), Pegunungan Tengah atau “Central Bergland”, bisa masuk posisi Pegunugan Bintang atau juga “wilayah selatan’ ” Zuid Newguinea”,

Sementara untuk wilayah “Nabire” khususnya daerah ‘pesisir, jelas posisi budaya ada di Saireri Gelvink, yang masuk Tunggul Kuripasaihal Saireri Geelvinkbai dan Humbolbai, kawasan teluk Cendrawasi dan Tabi, sebagaimana Pemetaan Belanda berdasarkan kajian antopologis ekologi budaya orang Papua, tegasnya.

Kami minta, terkait khusus Nabire Pesisir dapat di identifikasi berdasarkan, 1). Unsur Dialetika Bahasa, 2). Tata Cara Pembayaran Maskawin, 3). Lagu – lagu Daerah, 4). Musik, 5). Cerita Mite lagenda Perjalanan Moyang, 6). Pola Mencari dan Meramu makanan, serta 7). Pola Pembuatan Rumah Tinggal, dimana ciri-ciri tersebut memiliki kesamaan dengan masyarakat Adat Saireri dari Waropen, Yapen, Biak Numfor, karena merupakan bagian dari Suku Numfor Doreri, Wamesa”.

Selain itu Suku – suku Asli seperti Yerisiam, Suku Hegure, Suku Ghua, Suku Moora, Suku Wate, Suku Umari, merupakan suku suku asli yang berdiam dipesisir Nabire dan inilah unsur Sosial Budaya yang harus di lihat, sehingga Pembagian Wilayah kedepan dalam Proses Pembangunan di semua aspek tidak mengalami benturan atau gesekan yang tajam. Aspek Kesatuan Sosial Budaya ini menjadi penting, tutup penjelasan Ketua FKAPP Papua kepada media. (Zack).

Tinggalkan Balasan