(pelitaekspres.com) – TEGAL – Setiap kali memasuki bulan Oktober satu hal yang ada di pikiran kita adalah tanggal 1 Oktober merupakan Hari Kesaktian Pancasila.
Angan kita senantiasa melayang jauh dibawa ke masa silam. Seolah-olah kita berada di masa itu, dimana peristiwa bersejarah Hari Kesaktian Pancasila diawali dengan peristiwa tragis yaitu Pemberontakan G 30 S/PKI. Kisah memilukan bangsa Indonesia di masa itu jelas menyisakan kepedihan yang mendalam. Beberapa putra terbaik bangsa menjadi korban kebrutalan PKI, yang lebih kita kenal dengan sebutan Pahlawan Revolusi.
Bagi orang-orang yang mengalami masa keganasan PKI dan saat ini masih hidup tentu masih tertanam di benaknya bahwa PKI memang keji dan harus dihilangkan dari bumi pertiwi.
Meskipun sebagian besar dari generasi saat ini tidak ada yang mengalami peristiwa tersebut, akan tetapi gaung yang di dengungkan ( diharapkan ) masih menggema.
Kenapa hal ini menjadi penting karena dikhawatirkan para generasi yang lahir di era milenial ini akan begitu mudahnya melupakan sejarah bangsa yang dilalui dengan pertaruhan nyawa dan tumpahan darah yang tiada terkira.
Bisa jadi ini suatu kewajaran karena generasi sekarang bukan pelaku sejarah. Mereka hanya generasi yang hanya mendengar cerita dari nenek moyang dan tentu saja dengan pemahaman yang beragam. Dengan hanya mendengar cerita sejarah bangsa itupun sikap yang diambil para milenial sudah berbeda-beda sesuai tingkat pemahaman dan kepeduliannya masing-masing.
Masih beruntung jika kisah heroik para pahlawan bangsa ini disikapi dengan simpatik yang kemudian jiwa patriotisme pahlawan ditanamkan di dalam hati dan pada akhirnya diterapkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
Namun sebaliknya akan sangat ironis dan memprihatinkan jika perjuangan para pahlawan disikapi acuh cuek oleh para generasi milenial. Hal ini tentu ada yang salah dalam pemberian pemahaman dan penanaman jiwa nasionalisme di sanubari mereka. Belum lagi kemajuan teknologi yang begitu pesat ikut andil menjadi salah satu penyebab lunturnya semangat perjuangan para pahlawan di dada para generasi masa kini.
Pengaruh kecanggihan teknologi bahkan mengambil porsi terbesar dalam hal ini. Berbagai kebutuhan hajat hidup dan keinginan manusia sangat mudah diperoleh melalui teknologi tersebut.
Apakah itu hal-hal yang baik atau bahkan perbuatan yang buruk sekalipun dengan mudahnya terpenuhi. Sehingga tidak heran banyak bermunculan separatis yang berkedok agama, aliran keras yang melahirkan terorisme atau bahkan haluan kiri yang berfaham komunis. Bahkan tidak jarang di bidang hukumpun ikut menjadi carut marut.
Banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, sindikat narkoba yang seakan tiada ujungnya, kejahatan politik, berbagai macam tindakan pidana dan sebagainya yang itu semua merupakan salah satu efek negatif dari kelengahan kita dalam menyikapi kemajuan ilmu pengetahuan dan informasi teknologi.
Hal ini menjadi pemikiran kita bersama, bahwa sikap apatis dan ketidakpedulian terhadap perjuangan para pahlawan akibat kemajuan jaman ini harus segera dirombak. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian. Harus didukung oleh semua elemen bangsa dari berbagai lini.
Berbagai daya dan upaya harus dikerahkan sekuat tenaga agar generasi milenial kembali memiliki jiwa patriotisme dalam kehidupannya.
Pancasila yang menjadi jiwa semangat kepahlawanan harus tetap tertanam kuat di dada mereka. Kita bersama-sama menguatkan mindseat, bahwa Pancasila sudah final tidak ada kata berubah atau berganti menjadi eka sila maupun yang lain. Kita ingatkan kembali kepada generasi milenial bahwa butir-butir Pancasila menjadi bagian terpenting dan harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan cara inilah diharapkan dapat memproteksi diri agar ideologi Pancasila tetap tegak berdiri dan menjadi kesatuan jiwa yang tidak dapat dirongrong oleh ideologi lain yang pada akhirnya membawa kehancuran bangsa.
Di Hari Kesaktian Pancasila ini kita optimis dan sangat yakin, bahwa Pancasila tetap sakti sampai kapanpun sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi aman tentram sehingga tujuan pembangunan bangsa dapat tercapai. Serta mudah-mudahan Indonesia menjadi negara yang baldatun thoyyibatun warobbun ghafur.(***).
Oleh Hindun Nuuril Aimmah, Mahasiswi Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasakti Tegal