Ormas Bidik Lampung Soroti Tiga Perkara Dugaan Korupsi di Kampung Notoharjo

(pelitaekspres.com) -TRIMURJO- Tim Ormas Bidik Provinsi Lampung soroti tiga perkara di Kampung Notoharjo, Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng), menuai protes warga setempat dan diduga menjadi syarat korupsi. Pasalnya, ke-tiga perkara tersebut, yaitu tukar guling tanah, proyek IPAL dan pembelian mobil ambulance.

Tim Ormas Bidik dan awak media saat kompermasi terkait tukar guling tanah mengetahui belum tentu menyetujui, Camat Trimurjo Suparyono, SIP. MM terkesan mengelak. Menurutnya, tukar guling tanah prosesnya di Kampung Notoharjo mengetahui bermusyararah dan dilnya apa belumnya  kami belum tahu seperti apa. Yang penting prosesnya jelas. Seperti contoh, tanah yang tidak bermanfaat dan di tukar gulingkan dengan yang bermanfaat,” jelas Suparyono kepada awak media, Kamis (9/6/2022).

Lanjut Suparyono, tukar guling itu bukan berbentuk uang, tetapi sesuai dengan mekanisme yang ada. Namun saat tim Ormas Bidik menyampaikan dan mengetahui tukar guling berupa uang sebesar Rp. 100 juta, Camat Trimurjo Suparyono mengaku, terkait itu saya tidak paham ya mungkin tukar guling untuk membeli lahan tersebut.

“Sebagai Camat Trimurjo, saya hanya menerima laporan saja dari mereka. Jika di Kampung Notoharjo dalam rapat sudah ada perangkatnya, Badan Pengawasan Kampung (BPK) dan ada masyarakatnya dan kalau mau hadir semuanya itu bukan rapat namanya,” ujarnya.

Masih dikatakan Suparyono, terkait proyek IPAL dan Ketua swadaya masyarakat Mufit berikan uang suap kepada oknum ASN, sama sekali ia tidak mengetahui. Begitu juga dengan pembelian mobil ambulance, saya pun tidak tahu karena masih di jabat dengan Camat Trimurjo yang lama. Yang saya tau hanya waktu louncing mobil ambulance di Kampung Notoharjo itu saja, dan pada waktu louncing mobil ambulance tersebut dihadiri oleh Bupati Lamteng Musa Ahmad,” jelas Suparyono.

Kemudian, lanjut Suparyono mengaku saat konferensi terkait mekanisme pembelian mobil tersebut, ia sama sekali tidak mengetahui. Tekait sudah dirubah atau belum surat menyuratnya mobil pribadi menjadi mobil ambulnce. “Saya tidak begitu memahami, jika merubah mobil pribadi menjadi mobil Ambulance itu ada aturan-aturannya, yang saya tau pembeliannya pakai uang swadaya masyarakat dan kegunaannya juga untuk masyarakat,” tutup Suparyono.

Menanggapi terkait tukar guling tanah, Ketua DPD Ormas Bidik Provinsi Lampung Dodi Andriyadi yang didampingi Ketua DPC Bidik Kota Metro R.Sentot Ali Basyah menegaskan, terkait dengan proses tukar guling yang sudah terjadi di Kampung Notoharjo perlu mencermati.

“Aturannya sudah jelas, yaitu Permendagri No.1 Tahun 2016, bahwa untuk aset desa/kampung, baik berupa tanah atau bangunan, pemindah tanganan aset hanya dapat dilakukan melalui tukar menukar atau penyertaan modal. Penyertaan modal dimaksudkan sebagai modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dan penjualan tanah Kampung merupakan hal terlarang untuk dilakukan,” tegasnya.

Lanjut Dodi Andriyadi menambahkan, bahwa didalam Pasal 32 Permendagri No.1 Tahun 2016, tukar menukar (tukar guling, red) dapat dilakukan dengan penggunaan tanah desa/kampung tersebut untuk tujuan (1) untuk kepentingan umum. Tukar menukar untuk kepentingan umum dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

Dimana tukar menukar dilakukan setelah ada kesepakatan besaran ganti rugi yang menguntungan desa/kampung, sesuai dengan nilai wajar sesuai taksiran tim penilai. Apabila tanah pengganti belum ada, maka penggantiannya terlebih dahulu dapat diberikan dalam bentuk uang. “Sedangkan apa yang terjadi di Kampung Notoharjo, Kecamatan Trimurjo, telah menjadi polemik karena diduga mekanisme nya tidak sesuai Setandar Oprasional Prosedur (SOP),” ujarnya.

Dodi Andriyadi mengatakan, bahwa dasar hukumnya saat ini terkait tukar guling (Ruislag) adalah UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 38 Tahun 2007, sebelumnya diatur melalui ps. 13 Keppres No.25 Tahun 1995 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 30/KMK/1995 prosedurnya:

  1. Dilakukan Penilaian (kondisi ril) terhadap tanah atau bangunan yang akan dilakukan tukar guling.
  2. Mengajukan usulan dari Instansi/lembaga pengguna Anggaran (Pemkab/Pemkot) kepada Propinsi, Mendagri dan dimintakan persetujuan menteri keuangan. Setelah mendapatkan persetujuan, dilanjutkan kembali ke Propinsi dari Propinsi ke Pemkab/Pemkot.

Catatan: seperti contoh tanah 500 juta harus persetujuan DPRD, 500 juta kondisonal. “Jika disetujui, maka persetujuan tersebut dijadikan dasar pembuatan MoU antara pengguna anggaran dan investor. “Adapun prinsip penilaian, yaitu tidak merugikan Negara, bangunan atau tanah bersifat “idle”, terkena ketentuan UU tata ruang dan yang terakhir Negara tidak mempunyai anggaran, dan kalau mekanisme itu tidak dilalui maka hal ini rentan sekali dengan perbuatan yang melawan hukum,” tegas Dodi Andriyadi.

Terkait pembelian mobil ambulance, Dodi Andriyadi menambahkan, bahwa pengadaan mobil ambulance dikampung Notoharjo penuh dengan kontroversi. Pasalnya, jenis mobil pribadi merk Kia tahun 2012 itu kondisi saat ini rusak parah, mesin sudah tidak orisinil bahkan tidak layak dijadikan mobil ambulance. “Dari investigasi dilapangan, kami temukan mobil tersebut berada di bengkel dalam keadaan bongkar mesin, rusak parah dan tidak layak pakai dan mesinnya sudah oplosan. Apalagi ini dipakai untuk ambulance Kampung yang mobilisasinya sangat padat,” ungkapnya.

Ditambahkan Dodi mengatakan, selain tidak layak pakai, mobil tersebut saat ini sudah berubah bentuk dan fungsinya. Tanpa mengindahkan aturan-aturan yang berlaku serta tidak sesuai SOP. Melihat dari kondisi mobil dengan harga pembelian sampai modifikasi yang menghabiskan dana senilai Rp. 80 juta (Delapan Puluh Juta Rupiah) , ini sangat tidak sesuai.

“Beli mobil bekas sampai memodifikasi jadi mobil Ambulance dengan biaya Rp. 80 juta sangat tidak masuk akal. Kami menduga, ada MARK UP didalam pembelian mobil tersebut. Maka dalam hal ini, kami dari Ormas Bidik akan segera melaporkan ke pihak aparat penegak hukum,” tegas Didi Andriyadi.

Sementara itu, terkait proyek IPAL dan memberian uang suap oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) , Ketua DPC Bidik Kota Metro R.Sentot Ali Basyah menegaskan, kasus ini harus segera diusut telah terjadinya praktik dugaan korupsi melalui sejumlah modus misalnya manipulasi material proyek, amputasi kualitas konstruksi dan kamuflase tenaga ahli hingga potensi penyalahgunaan anggaran proyek.

“Oleh karenanya, peran aparat penegak hukum sangat diharapkan oleh masyarakat dan tim Ormas Bidik terus kawal dugaan kasus suap yang melibatkan Kakam Notoharjo Bambang, Ketua Kelompak Swadaya Masyarakat Kampung Notoharjo Mufit dan oknum tim fasilitator lapangan berinisial UN,” tegas Sentot sapaan akrabnya.

Lanjut Sentot menjelaskan, adapun peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan pada kasus suap-menyuap di sektor swasta adalah, ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap. Sebagai penjelasan, dalam Undang-Undang tersebut merumuskan perbuatan suap-menyuap aktif sebagai berikut:

“Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000.000,” tegas Sentot. (Pur)

Tinggalkan Balasan