Nestapa Smelter Freeport di Cilegon, diakhir Evoria PON XX Papua

(pelitaekspres.com) – PAPUA – Presiden Joko Widodo meresmikan peletakan batu pertama pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Gresik, Jawa Timur pada Selasa (12/10/2021). Smelter yang dibangun di atas lahan seluas 100 hektar, konon Smelter tersebut akan menjadi yang terbesar di Dunia. Smelter yang diResmikan 3 hari menjelang penutupan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua Tahun 2021 tersebut mengisahkan nestapa di negeri terbitnya matahari tersebut.

Masyarakat Papua yang baru saja dimanjakan jokowi dengan suksesnya perhelatan PON XX tersebut kini menjadi bertanya tanya akan kebijakan yang diambil oleh presiden tersebut.

menurut presiden bahwa pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di dalam negeri ini merupakan kebijakan strategis yang terkait dengan industri tambang tembaga, setelah Indonesia menguasai 51 persen saham perusahaan. Menurutnya, dengan adanya smelter tersebut nilai tambah dari tembaga akan tercipta di dalam negeri dan hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat, apalagi Indonesia merupakan satu dari tujuh negara yang memiliki cadangan tembaga terbesar di dunia.

Respon Anggota DPD RI Asal Papua Barat sangat kecewa dengan kebijakan Presiden Jokowi tersebut, Menurut wakil ketua I Komite I DPD RI ini, pola pemanfaatan hasil bumi Papua dalam kebijakan pendirian Smelter di Gresik, semakin mempertegas beberapa hal ini: pertama, kuasa provinsi lain (terutama provinsi di Jawa) atas Papua; kedua, hasil bumi Papua hanya dimanfaatkan saja sampai habis; ketiga, Orang Papua tetap termarginalkan.
“dirinya menambahkan akan tetap berada pada pondasi yang kuat untuk menolak pembangunan Smelter di Gresik. Papua, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, harus memiliki Smelter; dan Pemerintah Pusat harus memenuhi permintaan tersebut atas dasar amanat Otsus.”tegas Filep.

Tanggapan Senator asal Papua Barat Dr. Filep Wamafma, SH., M.Hum
tersebut juga mendapat dukungan dari LSM Lira Provinsi Papua, melalui sekretaris wilayahnya Yohanis Wanane, menilai bahwa ini kekeliruan, masa pemerintah indonesia mau menunjukan kepada dunia internasional terhadap kebijakan pembangunan di Papua dengan cara membangun Smelter di Cilegon, ini sebenarnya merupakan suatu kesalahan, menurutnya; dirinya juga mempertanyakan apa yang pernah diutarakan pada Mei 2021, oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang  memastikan bahwa di Papua, yaitu di Kabupaten Fakfak, akan dibangun Smelter untuk melengkapi proses pengolahan hasil tambang emas PT Freeport Indonesia.

Ataukah ini smelter di tukar dengan pabrik Pupuk yang mau di pindahkan oleh menteri investasi dari bintuni ke fakfak. jangan mengulang hal yang sama dengan gema kegagalan Otsus Jilid I kemudian coba diselesaikan oleh Otsus Jilid II. yang melahirkan amanat baru berupa kebijakan Dalam Konsideran Menimbang UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua disebutkan bahwa dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua, perlu dilakukan upaya untuk melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan, dan tepat sasaran, serta untuk melakukan penguatan penataan daerah provinsi di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan, perkembangan, dan aspirasi masyarakat Papua.

Oleh sebab itu Wanane berharap Pemerintah mereview kembali kebijakan pembangunan smelter di Cilegon, sebab di Papua lahan masih cukup banyak jangankan 100 Ha, 1000 Ha pun ada, dan sejarah membuktikan bahwa masyarakat papua di tanah papua dapat hidup berdampingan dengan semua suku dan agama dari seluruh indonesia, sehingga tak ada alasan untuk tidak membangun Smelter di Papua.

Sekretaris LSM Lira Papua juga meminta kepada kedua Mentri baik mentri Investasi dan Menteri BUMN untuk tidak menjadikan peresmian pembangunan smelter Gresik ini sebagai gestur politik 2024. (*)

Tinggalkan Balasan