(pelitaekspres.com) -MALANG-
Berjalan kaki merupakan aktivitas sederhana yang membawa banyak manfaat. Selain murah dan mudah dilakukan, kegiatan ini juga menjadi pilihan favorit masyarakat lintas generasi, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lanjut usia (lansia). Bagi kelompok lansia, berjalan kaki bahkan sering kali menjadi sarana utama mobilitas harian maupun rekreasi, terutama ketika mereka menggunakan transportasi umum.
Namun, ada persoalan mendasar yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi. Lansia kerap menghadapi kendala saat melintasi fasilitas publik, khususnya penyeberangan jalan. Aspek kenyamanan dan keamanan sering kali kurang diperhatikan, sehingga kelompok rentan ini belum mendapatkan ruang yang benar-benar ramah dalam tata kelola kota.
Kota Malang dikenal sebagai salah satu daerah dengan populasi usia pensiun cukup tinggi. Pemandangan lansia berjalan kaki di berbagai sudut kota sudah menjadi hal lumrah. Kondisi ini seharusnya menjadi sinyal kuat bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk membangun ekosistem perkotaan yang inklusif dan ramah terhadap kelompok rentan.
Melihat urgensi tersebut, sekelompok mahasiswa lintas disiplin dari Universitas Brawijaya (UB) berinisiatif melakukan riset komprehensif mengenai persepsi lansia terhadap fasilitas penyeberangan jalan di Kota Malang.
Riset ini digagas oleh lima mahasiswa dari berbagai jurusan:
• Ravindra Ramaditya Yudha (Perencanaan Wilayah dan Kota),
• Efriati (Perencanaan Wilayah dan Kota),
• Humaira Az Zahra (Ilmu Politik),
• Allysa Dewantari Fauzi (Psikologi),
• Ricky Aulia (Psikologi).
Dengan nama tim “Safe Age Cross UB”, mereka berhasil menembus pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025, bersanding dengan 11 tim lain yang mewakili UB dalam ajang bergengsi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS).
Ketua tim, Ravindra, menjelaskan bahwa penelitian ini berangkat dari kebutuhan untuk melihat fasilitas penyeberangan jalan bukan sekadar dari sisi ukuran fisik, melainkan juga dari pengalaman subjektif lansia.
“Bagi kami, bukan hanya soal lebar trotoar atau tinggi zebra cross. Yang lebih penting adalah bagaimana lansia merasa aman dan nyaman saat menyeberang. Integrasi aspek fisik dengan kenyamanan psikologis adalah kunci untuk menghadirkan perspektif baru dalam perencanaan kota,” ujarnya.
Melalui pendekatan antropometri, psikofisik, serta preferensi ergonomi, tim ini menyusun analisis yang lebih menyeluruh. Pendekatan tersebut masih jarang diterapkan dalam studi fasilitas publik, padahal berperan vital untuk melindungi kelompok rentan.
Efriati menambahkan, riset ini bukan hanya bicara teknis, tetapi juga tentang keadilan sosial.
“Dalam merancang kota, kita tidak bisa hanya memikirkan kelompok mayoritas. Kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, penyandang disabilitas, dan anak-anak juga harus diperhitungkan. Penyeberangan jalan merupakan bagian penting dari sistem transportasi perkotaan yang seharusnya inklusif bagi semua,” jelasnya.
Penelitian ini dirancang dengan metode observasi lapangan serta uji coba langsung di titik-titik penyeberangan yang banyak digunakan lansia. Tim juga akan melibatkan responden lansia untuk mendapatkan pengalaman nyata mereka.
“Kami ingin mendengar langsung cerita para lansia, bagaimana pengalaman mereka ketika menyeberang, apakah merasa aman, atau justru cemas. Semua masukan itu akan sangat berharga,” ungkap Humaira Az Zahra, mahasiswa Ilmu Politik UB.
Bagi Allysa Dewantari, riset ini tidak boleh berhenti di atas kertas. “Harapan kami, masyarakat bisa semakin sadar bahwa aksesibilitas publik bukan hanya untuk sebagian orang. Fasilitas penyeberangan harus ramah bagi semua, terutama kelompok rentan,” tuturnya.
Sementara itu, Ricky Aulia berbagi pengalaman uniknya. Ia mengaku sempat kesulitan karena pengumuman pendanaan keluar bersamaan dengan jadwal Kuliah Kerja Nyata (KKN). Meski begitu, ia tetap optimis. “Saya percaya kerja sama tim adalah kunci. Tantangan justru membuat kami semakin solid,” katanya sambil tersenyum.
Proyek ini berada di bawah bimbingan beberapa dosen lintas bidang, antara lain:
• Dr. Dadang Meru Utomo, S.T., MURP., Ph.D,
• Dian Indah Shofarini, S.T., M.T,
• Ridwan Aji Budi Prasetyo, S.Psi., M.Sc., Ph.D.
Dengan dukungan tersebut, tim berharap hasil riset ini bisa memberikan masukan nyata bagi kebijakan pembangunan di Kota Malang. Lebih jauh, mereka ingin riset ini menjadi inspirasi bagi kota-kota lain di Indonesia dalam menghadirkan fasilitas publik yang ramah lansia, inklusif, dan berkelanjutan. (dkd)