‎Langkah Strategis Menteri Bahlil Legalkan Sumur Minyak Rakyat Wujudkan Kemandirian Energi Nasional

(pelitaekspres.com) –PALEMBANG- ‎Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang melegalkan sumur minyak rakyat dinilai sebagai langkah strategis dan bersejarah dalam memperkuat kemandirian energi nasional. Bukan sekadar soal izin operasional, kebijakan ini dianggap mampu mengubah wajah tata kelola energi di daerah sekaligus mengembalikan potensi triliunan rupiah penerimaan pajak yang selama ini hilang.

‎Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendapat apresiasi luas dari kalangan akademisi karena berani mengambil kebijakan progresif di sektor energi rakyat. Melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, Menteri Bahlil secara resmi memberikan payung hukum bagi aktivitas pengeboran dan pengelolaan sumur minyak rakyat yang selama ini berjalan tanpa kepastian hukum.

‎“Legalitas ini menjadi tonggak baru dalam tata kelola energi nasional. Masyarakat kini tidak lagi dipandang sebagai pelaku ilegal, tapi sebagai mitra negara dalam menjaga pasokan energi nasional,” ujar Pakar Energi Universitas Sriwijaya (Unsri) M. Taufik Toha dalam diskusi kebijakan energi di Naka Signature Café, Palembang, Selasa (21/10/2025).

‎Menurut Taufik, langkah yang diambil Bahlil merupakan pendekatan yang cerdas karena berorientasi pada keamanan, keadilan, dan partisipasi publik. Dengan regulasi baru ini, masyarakat dapat beroperasi di bawah standar keselamatan kerja (K3) yang lebih ketat, sekaligus terpantau langsung oleh pemerintah.

‎“Dulu, banyak penambang yang bekerja tanpa perlindungan. Sekarang, dengan izin resmi, pemerintah bisa menerapkan pengawasan langsung di lapangan untuk meminimalkan risiko kebakaran, ledakan, dan pencemaran lingkungan,” jelasnya.

‎Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, menjadi daerah dengan jumlah sumur minyak rakyat terbanyak di Indonesia. Menurut data akademisi Unsri, ada sekitar 10.000 sumur yang dikelola masyarakat secara mandiri. Kini, ribuan sumur tersebut akan mendapatkan legalitas penuh melalui skema kemitraan koperasi, UMKM, maupun kerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

‎“Di kampung kami memang sudah ada pengaturan internal. Tapi dengan adanya kebijakan baru ini, semuanya jadi lebih tertib dan aman secara hukum,” kata Taufik.

‎Kebijakan legalisasi ini juga dianggap membawa angin segar bagi pelaku usaha di daerah yang selama ini hidup dalam ketidakpastian. Dengan adanya izin resmi, mereka tidak hanya bisa menjual hasil minyaknya secara legal, tetapi juga memiliki akses ke pembiayaan, pelatihan, dan perlindungan hukum.

‎Tak hanya memperkuat aspek hukum dan keselamatan, kebijakan ini juga membuka peluang besar bagi peningkatan pendapatan negara dan daerah.

‎Ekonom Unsri Dr. M. Subardin mengungkapkan bahwa selama ini negara kehilangan potensi pajak hingga Rp7,02 triliun per tahun dari aktivitas penambangan minyak rakyat di Muba yang tidak tercatat secara resmi.

‎“Ketika masyarakat dilegalkan, otomatis semua transaksi minyak bisa dipantau dan dikenai pajak. Jadi, potensi kebocoran pajak itu bisa ditutup,” ungkapnya.

‎Subardin menambahkan, legalisasi juga membuat masyarakat lebih sejahtera karena mereka kini beroperasi dalam bentuk koperasi atau UMKM. Dengan status hukum yang jelas, para pelaku bisa bermitra langsung dengan Pertamina dan mendapatkan harga jual yang lebih stabil.

‎“Kalau dulu mereka takut menjual karena statusnya ilegal, sekarang justru mereka punya peluang besar untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraan,” paparnya.

‎Senada dengan itu, Pakar Kebijakan Publik Unsri Dr. Andries Lionardo menilai kebijakan legalisasi sumur minyak rakyat bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal keadilan energi.

‎Menurutnya, masyarakat yang selama ini hanya menjadi “penonton” kini diberikan peran nyata sebagai bagian dari rantai pasok energi nasional.

‎“Dengan legalisasi ini, rakyat bukan lagi penonton, tapi pelaku utama energi Indonesia. Mereka turut menjaga kedaulatan energi nasional,” tegas Andries.

‎Ia juga menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga agar implementasi kebijakan berjalan optimal. “Kunci suksesnya ada pada kolaborasi. Pemerintah pusat, daerah, BUMD, hingga aparat desa harus bersatu agar program ini benar-benar menyejahterakan rakyat,” tambahnya.

‎Dukungan serupa datang dari Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru. Ia menyebut legalisasi sumur minyak rakyat melalui Permen ESDM No. 14 Tahun 2025 sebagai “hadiah besar” bagi masyarakat Sumsel, khususnya di wilayah penghasil minyak seperti Muba.

‎“Selama ini masyarakat mengolah minyak dengan label ilegal. Sekarang, mereka diakui secara hukum. Ini adalah angin segar bagi rakyat Sumsel,” ujar Deru.

‎Ia menjelaskan, pemerintah pusat kini telah menyiapkan skema pembelian minyak rakyat sebesar 80 persen dari harga Indonesian Crude Oil Price (ICP). Sebelumnya, harga pembelian hanya berkisar 70 persen dari ICP.

‎“Dengan kenaikan harga ini, kesejahteraan penambang akan meningkat, dan kegiatan produksi bisa berjalan sesuai aturan,” ujarnya penuh optimisme.

‎Deru juga yakin kebijakan ini akan berdampak langsung terhadap pendapatan asli daerah (PAD) serta membuka lapangan kerja baru di sektor energi rakyat.

‎Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah telah melegalkan lebih dari 5.700 sumur minyak rakyat di seluruh Indonesia melalui Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025.

‎Aturan tersebut mengatur mekanisme kerja sama pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi untuk meningkatkan produksi nasional, sekaligus memberikan ruang bagi rakyat untuk menjadi bagian dari industri energi.

‎“Asal masyarakat bisa menjamin aspek lingkungan dan keselamatan kerja, mereka bisa beroperasi. Saya ingin masyarakat daerah menjadi tuan di negerinya sendiri,” tegas Bahlil.

‎Ia menilai, keadilan energi tidak akan terwujud tanpa partisipasi masyarakat. Karena itu, pemerintah terus mendorong agar pengelolaan energi rakyat berjalan profesional, berkelanjutan, dan berpihak kepada kesejahteraan daerah.

‎Kebijakan legalisasi sumur minyak rakyat tak hanya menjawab persoalan lama soal ilegalitas, tetapi juga membuka jalan menuju kemandirian energi nasional.

‎Dengan rakyat sebagai bagian dari rantai pasok energi, Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya pada korporasi besar. Pemerintah dan masyarakat kini berjalan beriringan, saling menguatkan untuk mewujudkan cita-cita besar: energi berkeadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.(Ning)

Tinggalkan Balasan