(pelitaekpres.com) – PALEMBANG – Polemik dugaan pungutan liar (pungli) di SMA Negeri 9 Palembang terus bergulir dan memantik perhatian publik. Bukan hanya pihak sekolah yang berupaya memberikan klarifikasi, organisasi wartawan pun ikut bersuara lantang.
Jhony Antony, Ketua Harian Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Sumatera Selatan, menegaskan pihaknya menindaklanjuti isu mencuatnya tudingan terhadap tiga orang wartawan yang disebut-sebut meminta uang kepada pihak sekolah. Menurutnya, klaim itu terbantahkan dengan adanya rekaman percakapan bersama Humas SMA Negeri 9 Palembang.
” Tuduhan itu tidak benar. Berdasarkan rekaman pembicaraan dengan pihak humas, tidak ada pernyataan wartawan meminta uang,” kata Jhony, Selasa (30/09/2025).
Berdasarkan sejumlah pemberitaan, pihak sekolah disebut semakin “kebakaran jenggot”. Alih-alih menenangkan situasi, berbagai klarifikasi yang dikeluarkan justru dianggap semakin menyudutkan wartawan.
Pernyataan-pernyataan dari pihak sekolah dinilai keluar dari konteks, bahkan dianggap sebagai bentuk fitnah yang tidak sesuai dengan fakta lapangan. Hal inilah yang membuat isu pungli di SMA Negeri 9 Palembang makin menjadi sorotan.
Salah satu wartawan berinisial LL, yang bersama dua rekannya dituding sebagai “oknum wartawan peminta uang”, menegaskan seharusnya masalah ini sudah dianggap selesai.
Menurut LL, pihak sekolah sebelumnya telah mengundang dirinya bersama rekan-rekan ke sebuah kafe dan menyampaikan permintaan maaf secara resmi. Pertemuan itu disaksikan oleh dua anggota P2KP (Paguyuban Pemerhati Kebijakan Publik).
“Kalau pihak sekolah sudah meminta maaf, artinya masalah selesai. Tapi kalau masih ada klarifikasi yang menyudutkan, itu sama saja menunjukkan ego, seolah belum mau mengakui kesalahan,” ujar LL, Selasa (30/09/2025).
LL juga menyoroti pernyataan Kabid SMA Disdik Sumsel yang menyebut sumbangan komite sekolah bersifat sukarela. Menurutnya, hal itu keliru dan tidak sesuai dengan ketentuan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Ia menjelaskan, komite sekolah seharusnya mencari pendanaan di luar, bukan dengan membebankan langsung kepada wali murid.
“Kalau butuh biaya untuk ekstrakurikuler atau kegiatan lainnya, komite bisa ajukan proposal ke instansi pemerintah, BUMN, BUMD, atau perusahaan swasta melalui dana CSR. Jangan serta-merta minta uang ke wali murid. Kalau sampai ada kwitansi angsuran, itu jelas ada nominal yang ditetapkan,” tegas LL.
Lebih lanjut, LL membantah keras tudingan bahwa dirinya bersama dua rekan meminta uang ke pihak sekolah. Menurutnya, tuduhan itu muncul karena ada pihak tertentu, termasuk sekretaris komite sekolah, yang merasa tersinggung atas pemberitaan sebelumnya.
“Kami tidak pernah minta uang. Justru pihak sekolah yang diduga ingin menyuap, tapi kami tolak. Bahkan Humas SMA Negeri 9 Palembang, Ibu Diah, sudah menegaskan tidak pernah ada pembicaraan soal uang apalagi permintaan uang dari wartawan,” ungkap LL.
LL menambahkan, pertemuan di Kafe 7 menjadi titik terang ketika pihak sekolah, atas nama kepala sekolah, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
“Kami anggap permasalahan sudah selesai, karena kami juga berharap ke depan bisa menjalin hubungan baik antara sekolah dengan insan pers,” tutup LL. (dkd)