(pelitaekspres.com) –Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang sering diderita oleh wanita serta menjadi kanker terbanyak yang dialami oleh wanita di dunia. Secara global, pada tahun 2022 diperkiraan sekitar 660.000 pasien yang terdiagnosa kanker serviks dan lebih dari 340.000 jumlah kematian terjadi akibat perkembangan penyakit kanker serviks (International Agency for Research on Cancer, 2022). Tingginya angka penyakit dan kematian akibat Kanker Serviks menjadi perhatian khusus untuk individu perempuan, keluarga, masyarakat, tenaga kesehatan dan pemerintah. Kanker serviks masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan reproduksi wanita, terutama di kalangan remaja dan wanita muda. Dalam tiga dekade terakhir, proporsi kasus kanker serviks pada kelompok usia ini meningkat drastis dari 10% menjadi 40%. Perubahan pola perilaku seksual, faktor risiko gaya hidup, dan rendahnya kesadaran skrining menjadi pemicu utama.
Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2022, kanker serviks berada pada urutan kedua dengan jumlah 36.633 kasus atau 9,2% dari total kasus kanker. Secara global angka kejadian kanker serviks diperkirakan terus meningkat setiap tahunya yaitu 720.415 kasus baru dan 394.905 kasus kematian pada tahun 2025. Adanya peningkatan tersebut diprediksi secara khusus untuk negara-negara dalam cakupan Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI). Menurut Global Burden of Cence (GLOBOCAN) sebanyak 36.633 kasus baru dan 21.003 kematian akibat kanker serviks di Indonesia pada 2020. Jawa Barat dengan jumlah penderita kanker serviks menjadi urutan kedua di Indonesia.
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Menurut hasil uji structural equation modeling (SEM) menunjukkan kecerdasan emosional, kelekatan orang tua, dan penggunaan media sosial yang berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku berisiko remaja sebesar 64,8 persen. Jika remaja tidak mendapat arahan atau informasi yang tepat, dapat menyebabkan remaja melakukan tindakan yang berisiko untuk dirinya serta kesehatannya, misalnya: melakukan perilaku seksual di masa remaja, merokok dan sebagainya. Tindakan tersebut bisa meningkatkan resiko terkena kanker serviks. Sehingga dibutuhkan penanganan sedini mungkin untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah melalui peningkatan pengetahuan remaja putri tentang kanker serviks.
Salah satu strategi penting untuk mencegah kanker serviks adalah memberikan edukasi sejak dini kepada remaja. Masa remaja merupakan fase yang penuh rasa ingin tahu, sehingga penyampaian informasi mengenai kesehatan reproduksi perlu dilakukan dengan cara yang mudah dipahami dan menarik. Edukasi bisa diberikan melalui kegiatan sekolah, media sosial, atau penyuluhan sederhana yang menekankan pentingnya menjaga kebersihan organ reproduksi serta memahami perilaku hidup sehat. Dengan begitu, remaja dapat memiliki bekal pengetahuan yang benar sehingga terhindar dari risiko paparan lebih lanjut di masa depan.
WHO merekomendasikan 2 metode yaitu:
- Vaksinasi HPV untuk remaja maupun wanita dewasa.
WHO melakukan kampanye dengan menargetkan vaksinasi kanker serviks pada 90% remaja di dunia sebagai bentuk upaya menghapuskan kanker serviks dari masalah kesehatan masyarakat. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2015, pencegahan utama telah digalakan yaitu dengan cara menghindari risiko dan melakukan vaksinasi HPV. Pada Tahun 2023 vaksin HPV menjadi wajib untuk remaja dan wanita dewasa.
- Skrining rutin dengan metode IVA atau Pap smear bagi wanita diatas 30 tahun.
Upaya skrining sangat diperlukan sebagai langkah deteksi dini. Pemeriksaan seperti IVA atau pap smear membantu mengetahui adanya perubahan pada serviks sebelum berkembang menjadi kanker. Jika dilakukan secara rutin, skrining bisa menekan angka kejadian dan meningkatkan peluang kesembuhan. Jadi, kombinasi edukasi kesehatan dan kesadaran untuk melakukan skrining sejak muda menjadi kunci utama dalam mencegah kanker serviks di Indonesia.
Penulis Artikel: KAYLALUNA OCTARIEN RAHAJENG (191251105)
Mahasiswa: UNIVERSITAS AIRLANGGA