‎Haflah Tahfizh Berjalan Khidmat, Namun Sikap Oknum Ustadzah R Diduga Cemarkan Marwah Pesantren

(pelitaeskpres.com) –PALEMBANG – Di atas panggung megah acara Haflah Tahfizh Al Quran Pondok Tahfizh Al Quran Al Karim, suasana semula berjalan penuh haru dan khidmat. Lantunan ayat suci menggema, para santri menampilkan hafalan terbaik mereka, dan ratusan tamu undangan menyimak dengan khusyuk. Namun, di balik semangat religius itu, sebuah insiden verbal justru mencoreng kehikmatan acara. Minggu, 12 Oktober 2025.

‎Menurut keterangan sejumlah wartawan yang hadir di lokasi, kejadian bermula saat mereka hendak melakukan wawancara dengan pimpinan pondok melalui seorang ustadzah berinisial R, yang diketahui menjadi salah satu panitia acara.

‎Namun, bukannya memberikan tanggapan yang ramah, ustadzah R justru melontarkan komentar yang diduga merendahkan profesi wartawan.

‎“Kalian wartawan mau minta duit ya? Pernah ada wartawan yang minta Rp500 ribu, apalagi kalian orang lima, satu orang seratus. Enak benar kalian tuh, sudah dapat berita, dapat uang juga,” ujar ustadzah R seperti dikutip dari salah satu jurnalis yang hadir di lokasi.

‎Beberapa jurnalis yang datang meliput acara mengaku kecewa dan tersinggung atas pernyataan tersebut. Mereka menilai, ucapan itu bukan hanya bentuk pelecehan terhadap profesi wartawan, tetapi juga mencoreng nilai nilai etika dan silaturahmi di lingkungan pesantren.

‎“Kami datang membawa niat baik, ingin mengabarkan kegiatan positif Pondok Al Karim. Tapi yang kami dapat justru kalimat yang terasa seperti merendahkan profesi kami,” ujar salah satu wartawan

‎Menurut para jurnalis, komentar itu tidak hanya bernada sinis, tetapi juga menimbulkan kesan buruk seolah seluruh wartawan bekerja dengan motif uang.

‎“Kami merasa dianggap tidak pantas berada di tempat itu, padahal pers adalah bagian dari dakwah informasi. Kami datang bukan untuk meminta, tapi untuk menyampaikan nilai nilai kebaikan dari acara itu,” sambung wartawan lain.

‎Mengetahui adanya ketegangan, pimpinan Pondok Tahfizh Al Qur’an Al Karim, Ustadz Muhammad Mukhlis segera menemui perwakilan wartawan dan menyampaikan permohonan maaf  atas ucapan ustadzah R.

‎“Kalian bukan wartawan abal abal. Kalian hadir meliput tanpa meminta apa pun. Kami mohon insiden ini tidak diperpanjang,” ujar Ustadz Mukhlis dalam pertemuan singkat di lokasi acara.

‎Pernyataan tersebut sempat meredakan suasana, dan para wartawan yang hadir mengapresiasi niat baik pihak pondok untuk menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan.

‎Namun, ketegangan kembali muncul beberapa menit kemudian, ketika oknum ustadzah R kembali menghampiri rombongan jurnalis dan melontarkan ucapan baru yang dinilai semakin provokatif.

‎“Biasa aja, hidup memang seperti ini. Aku nggak takut wartawan,” katanya dengan nada tinggi di hadapan beberapa saksi.

‎Ucapan itu sontak memicu reaksi keras dari sejumlah wartawan yang merasa dilecehkan untuk kedua kalinya. Sebagian dari mereka memilih menolak pemberian nasi kotak dan meninggalkan lokasi liputan.

‎“Kami kira beliau mau minta maaf, tapi justru keluar kalimat yang lebih menyakitkan. Ini bukan lagi miskomunikasi, tapi soal sikap dan penghormatan terhadap profesi,” tegas salah satu jurnalis yang terlibat dalam peliputan.

‎Insiden ini kini menjadi pembicaraan hangat di kalangan insan pers Palembang. Beberapa jurnalis disebut tengah mempertimbangkan langkah lanjutan, termasuk melaporkan kasus ini ke organisasi profesi pers atau lembaga hukum, karena dinilai mengandung unsur pelecehan verbal terhadap profesi wartawan.

‎Sementara itu, beberapa tokoh media juga menyerukan agar insiden ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama lembaga pendidikan dan keagamaan, untuk menjaga komunikasi publik yang santun dan menghormati peran media sebagai mitra informasi. (dkd)

Tinggalkan Balasan