(pelitaekspres.com) –PALEMBANG- Kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menuai apresiasi dari kalangan akademisi di Sumatera Selatan. Program Listrik Desa (Lisdes) yang digagas Kementerian ESDM dinilai sejalan dengan semangat pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam mewujudkan “Energi Berkeadilan” sebagaimana tercantum dalam visi Asta Cita.
Para pakar menilai, langkah tersebut tidak hanya menghadirkan penerangan di pelosok negeri, tetapi juga membuka jalan menuju kemandirian energi nasional dan pertumbuhan ekonomi rakyat yang berkelanjutan.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. Andries Lionardo, menegaskan bahwa program Listrik Desa merupakan wujud nyata keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat kecil di pedesaan.
“Kebijakan ini sangat pro-desa dan pro-rakyat. Kita hidup di era digitalisasi, big data, dan teknologi informasi. Tanpa listrik, kekuatan energi dan potensi desa tidak akan tumbuh,” ujar Andries dalam diskusi kebijakan energi di Naka Signature Cafe Jalan Riau No. 6 Palembang, Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, ketersediaan listrik yang merata bukan sekadar soal penerangan malam hari, melainkan menjadi fondasi pembangunan sosial dan ekonomi di tingkat akar rumput. Dengan listrik, layanan pendidikan dan kesehatan di desa dapat meningkat, administrasi desa dapat berjalan berbasis teknologi, dan masyarakat memiliki peluang yang lebih besar untuk berkembang.
“Bayangkan saja, sekolah tanpa listrik tentu tak bisa memanfaatkan teknologi belajar modern. Anak-anak tidak bisa belajar dengan baik di malam hari karena pencahayaan minim. Begitu juga puskesmas yang butuh listrik untuk peralatan medis,” katanya.
Di Provinsi Sumatera Selatan, pemerintah telah menetapkan 11 desa sebagai bagian dari 1.285 lokasi Program Lisdes Anggaran Belanja Tambahan (ABT) 2025. Dari jumlah itu, 7 desa berada di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), yakni Desa Bandar Jaya, Desa Epil Barat, Desa Kepayang, Desa Mangsang, Desa Muara Merang, Desa Pangkalan Bulian, dan Desa Sako Suban.
“Tanpa listrik, tidak akan ada kemajuan desa yang terukur. Semua infrastruktur mulai dari penerangan jalan, jaringan internet, hingga sistem administrasi digital sangat bergantung pada pasokan listrik yang stabil,” tambah Andries.
Ia juga menilai, efek domino dari program ini mulai terasa. Di sejumlah daerah, masyarakat desa membentuk koperasi energi dan usaha rumahan berbasis listrik. Mulai dari industri kecil, toko kelontong yang membuka usaha malam hari, hingga penggunaan alat produksi berbasis listrik.
“Program listrik desa bukan hanya proyek pembangunan fisik. Ini adalah alat pemberdayaan ekonomi rakyat,” tegasnya.
Sementara itu, Pakar Energi Universitas Sriwijaya, M. Taufik Toha, menilai capaian elektrifikasi nasional saat ini sudah mendekati sempurna. Rasio elektrifikasi mencapai 99 persen, dan rumah tangga yang telah terlistriki menembus 91 persen. Namun, menurutnya, masih ada tantangan dalam pemerataan pasokan energi di wilayah terpencil.
“Pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, harus mengebut program ini agar semua desa benar-benar terang sebelum 2030,” ujar Taufik.
Ia menambahkan, transisi ke energi baru terbarukan (EBT) merupakan langkah penting agar keberlanjutan listrik desa tidak bergantung pada sumber daya fosil. Pemanfaatan energi surya dinilai paling realistis untuk daerah tropis seperti Indonesia.
“Panel surya sangat cocok karena kita punya sinar matahari sepanjang tahun. Energinya bisa disimpan dalam baterai untuk digunakan di malam hari. Ini efisien dan ramah lingkungan, terutama untuk daerah terpencil di hutan atau pegunungan,” jelasnya.
Lebih jauh, Taufik menilai kebijakan Lisdes bukan sekadar tentang pemerataan akses, melainkan bagian dari upaya besar menuju swasembada energi nasional.
“Jika setiap desa bisa menghasilkan energi sendiri, maka ketahanan energi nasional akan terbentuk dari bawah. Desa akan mandiri dan tidak tergantung pada pasokan pusat,” ujarnya.
Dari perspektif ekonomi, Dr. M. Subardin, dosen Fakultas Ekonomi Unsri, menjelaskan bahwa peningkatan akses listrik secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Energi, katanya, adalah “urat nadi” kegiatan ekonomi modern.
“Setiap kenaikan konsumsi listrik sebesar 1 persen akan mendorong pertumbuhan PDB per kapita hingga 1 persen. Karena hampir semua aktivitas dari industri, rumah tangga, sampai pelayanan publik kini bergantung pada listrik,” papar Subardin.
Menurutnya, listrik memungkinkan desa menjadi pusat kegiatan ekonomi baru. Usaha kecil menengah (UKM), pertanian modern, hingga industri rumahan bisa berkembang pesat jika didukung pasokan energi yang andal. “Ketika listrik hadir, desa tidak hanya terang, tetapi juga hidup. Aktivitas ekonomi terus bergerak, dan kesejahteraan meningkat,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan target besar pemerintah dalam membangun infrastruktur kelistrikan di 1.285 desa hingga akhir 2025. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerataan akses listrik di seluruh pelosok Indonesia pada tahun 2030.
“Target Bapak Presiden Prabowo yang kami terjemahkan dalam arah kebijakan adalah penyelesaian pemerataan listrik di seluruh Indonesia pada 2029–2030,” kata Bahlil dalam keterangan resminya, Jumat (17/10/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa masih terdapat 5.758 desa dan 4.310 dusun yang belum sepenuhnya terjangkau jaringan listrik. Karena itu, pemerintah terus mempercepat program Listrik Desa agar tidak ada lagi warga yang hidup dalam kegelapan.
“Pemerintah ingin seluruh rakyat, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, merasakan manfaat listrik yang sama. Listrik bukan lagi kemewahan, tapi hak dasar,” tegas Bahlil.
Dengan arah kebijakan yang berpihak kepada rakyat, program Listrik Desa kini dipandang sebagai tonggak menuju swasembada energi nasional. Para akademisi sepakat, kebijakan ini bukan hanya urusan pasokan daya, tetapi juga menciptakan transformasi sosial, pendidikan, dan ekonomi yang mendalam.
Dari desa ke kota, energi menjadi penggerak utama pembangunan. Program Lisdes bukan hanya menghadirkan cahaya di malam hari, tetapi juga membuka masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia masa depan di mana setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh, berkembang, dan sejahtera. (dkd)


