(pelitaekspres.com) -PALEMBANG- Pemerintah bersama PT PLN (Persero) terus memperkuat komitmen menghadirkan energi berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Hingga akhir 2024, upaya besar ini telah menunjukkan hasil nyata: rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,83 persen sebuah capaian monumental yang menunjukkan hampir seluruh rumah tangga di Tanah Air kini telah menikmati terang listrik.
Namun, di balik angka tinggi itu, perjuangan belum selesai. Di banyak daerah terpencil, terutama di pelosok Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua, tantangan melistriki negeri masih terus dihadapi oleh para petugas PLN.
Manajer Komunikasi PLN Unit Induk Distribusi Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (UID S2JB), Iwan Arissetyadhi, mengungkapkan bahwa medan geografis menjadi kendala paling besar dalam misi pemerataan listrik di wilayah 3T.
“Keterbatasan akses dan infrastruktur menuju lokasi-lokasi remote menjadi tantangan tersendiri dalam upaya melistriki daerah 3T,” ujar Iwan saat ditemui di kantor PLN Palembang, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, sebagian besar daerah 3T memiliki karakteristik yang unik dan menantang mulai dari jalan rusak, hutan lebat, pegunungan terjal, hingga wilayah perairan yang sulit dijangkau. Tak jarang, pembangunan jaringan listrik harus melewati kawasan konservasi atau hutan lindung yang membutuhkan koordinasi lintas lembaga.
“Untuk beberapa titik, petugas kami bahkan harus mengangkut tiang listrik menggunakan perahu atau mendaki bukit dengan perlengkapan berat,” tambahnya.
Meski tantangan berat, hasilnya sepadan. Hadirnya listrik di wilayah 3T telah mengubah wajah kehidupan masyarakat desa secara signifikan. Layanan dasar seperti penerangan, air bersih, dan komunikasi kini lebih mudah diakses. Bahkan, listrik membuka peluang ekonomi produktif dari pompanisasi pertanian, penggilingan padi, penyimpanan hasil panen, hingga pengembangan UMKM desa.
“Listrik juga memungkinkan hadirnya layanan publik modern, seperti internet sekolah, pelaksanaan ujian berbasis komputer (UNBK), hingga penggunaan peralatan medis yang lebih canggih di puskesmas terpencil,” kata Iwan.
Di Sumatera Selatan sendiri, rasio desa berlistrik (RDB) telah mencapai 99 persen, dengan sekitar 24 desa prioritas yang ditargetkan akan menyala pada tahun 2025.
Konsep energi berkeadilan tidak hanya tentang menyalakan lampu, tetapi juga memastikan setiap warga negara memiliki akses energi yang terjangkau dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Pemerintah dan PLN berjalan beriringan sesuai dengan peran masing-masing.
Pemerintah berperan menjaga stabilitas tarif dasar listrik di tengah fluktuasi harga energi global serta memastikan subsidi tepat sasaran bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Sementara PLN melaksanakan Program Listrik Desa (Lisdes) dan memperluas jaringan listrik hingga pelosok negeri. Tak hanya itu, pemerintah juga terus mendorong pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan melalui proyek pembangkit dan jaringan transmisi yang dibiayai dari APBN.
“Untuk wilayah yang sulit dijangkau, kami mengembangkan sistem energi baru terbarukan (EBT) seperti mini-grid atau hybrid system tenaga surya-diesel. Ini memastikan pasokan listrik tetap andal dan ramah lingkungan,” jelas Iwan.
Program Electrifying Agriculture menjadi salah satu contoh nyata transformasi energi di sektor produktif. Melalui program ini, mesin pertanian berbahan bakar minyak digantikan dengan mesin listrik yang lebih efisien dan murah.
“Dengan beralih ke tenaga listrik, petani bisa menekan biaya produksi sekaligus meningkatkan hasil panen,” ujar Iwan.
Sementara di sektor perikanan, cold storage bertenaga listrik atau PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) membantu nelayan menjaga kualitas hasil tangkapan. Ikan lebih segar, masa simpan lebih panjang, dan nilai jual pun meningkat di pasar.
“Pemanfaatan listrik produktif ini bahkan menciptakan peluang kerja baru, termasuk lapangan kerja hijau atau green jobs di pedesaan,” tambahnya.
Di sektor pendidikan, hadirnya listrik mengubah cara belajar anak-anak di wilayah 3T. Sekolah kini bisa menggunakan perangkat digital, mengakses internet, serta melaksanakan pembelajaran jarak jauh maupun ujian berbasis komputer.
“Sekolah yang dulu hanya buka sampai siang, sekarang bisa mengadakan kegiatan belajar malam hari. Anak-anak belajar di bawah cahaya lampu, bukan lilin lagi,” kata Iwan.
Sementara itu, di bidang kesehatan, listrik menjadi urat nadi pelayanan medis di puskesmas dan posyandu. Tenaga kesehatan kini dapat menyimpan vaksin dengan suhu stabil, melakukan operasi kecil, mensterilkan alat medis, hingga menangani persalinan malam hari dengan penerangan yang layak.
“Stabilitas listrik juga mendukung telemedicine, sistem pemantauan logistik vaksin digital (SMILE), serta penggunaan alat medis modern seperti USG portabel dan monitor tanda vital,” jelasnya.
Iwan menegaskan, keberhasilan pemerataan listrik bukan sekadar tentang pencapaian angka, tetapi merupakan bentuk kehadiran negara bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Setiap rumah yang terang, setiap anak yang belajar di bawah cahaya lampu, adalah bukti nyata bahwa energi berkeadilan benar-benar hidup di tengah masyarakat,” tutupnya. (dkd)


