AMHTN-SI Gelar Diskusi Publik RUU KUHAP yang Potensial Banyak Pelanggaran HAM

(pelitaekspres.com) –JAKARTA – Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Se-Indonesia (AMHTN-SI) menggelar diskusi dengan tema, “Mencegah Kekerasan dan Pelanggaran HAM oleh Aparat Penegak Hukum”,  pada Kamis (31/7/2025) di Asrama Lampung Jakarta Pusat.

Adapun maksud dari tema yang diangkat  sebelum adanya RUU KUHAP kita sering kali bertumburan dengan aparat penegak hukum, yang dimana itu seharusnya kita memiliki hak pribadi sebagai individu untuk berbicara.

Kendati demikian kenyataan apa yang dikatakan pemerintah,  kita untuk memiliki hak untuk berbicara.

Para mahasiswa dan aktivis sedang melakukan perbincangan terkait adanya kejanggalan dalam RUU KUHAP salah satu contohnya adalah ketentuan buku rekening atau ATM ketika 3 bulan tidak melakukan transaksi diblokir apakah itu bisa dilakukan dan apakah tidak melanggar HAM?.

Kegiatan ini merupakan salah satu kegelisahan kawan kawan AMHTN – SI sehingga terbentuk forum diskusi.

AMHTN-SI mengundang Kontras, Akademisi, dan Praktisi dalam diskusi ini.

“Bicara soal sering kali berbenturan dengan aparat penegak hukum khususnya polisi dikarenakan langsung bersentuhan dengan masyarakat bukan hakim atau jaksa,” ungkap  Juwita LBH Dharmaloka Nusantara Balam.

Banyak masukan dan pembahasan soal peran mahasiswa untuk melakukan pencegahan tindak kekerasan maupun pelanggaran HAM dimulai dari kampus  yakni tidak  efisiensinya menggunakan lembaga yang di buat pemerintah.

“Perlu ditemukan cara untuk mengontrol demokrasi dalam memproteksi hak asasi manusia dan mencegah kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dirancang untuk melindungi hak asasi manusia dan membatasi tindakan sewenang-wenang”, ungkap Tri Rahmadona

Sistem peradilan pidana merupakan salah satu upaya untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dan jika pelanggaran tersebut terjadi, harus ada mekanisme hukum yang mengaturnya. Saat ini, AMHTNSI banyak melihat laporan terkait proses penegakan hukum, khususnya dalam proses peradilan pidana masih terjadi kasus penyiksaan, di mana pelaku penyiksaan tidak dikenakan sanksi pidana, melainkan hanya sanksi etik.

“Diskusi ini sebagai bentuk nyata dari kawan-kawan AMHTN-SI mengawal RUU KUHAP dan ketimpangan nya dan jangan sampai ada yang dikambing hitamkan kedepan nya,”tutup Tri Rahmadona

Tinggalkan Balasan