(pelitaekspres.com) –BANDAR LAMPUNG- Auditorium Pascasarjana Universitas Bandar Lampung menjadi lokasi penyelenggaraan Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi, Kamis (4/12/2025). Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Komisi X DPR RI, Kemendiktisaintek, dan Universitas Bandar Lampung.
Acara dibuka oleh Wakil Rektor I Universitas Bandar Lampung, mewakili Rektor. Hadir sebagai Ketua Pelaksana Yulia Hesti, S.H., M.H., serta menghadirkan pemateri utama Prof. Erry Yulian Triblas Adesta, Ph.D., C.Eng., MIMechE., IPM. Turut hadir Tenaga Ahli Komisi X DPR RI, Aji Pratama.
Kampus Harus Menjadi Ruang Aman dan Pembentuk Karakter
Dalam sambutannya melalui daring, Anggota Komisi X DPR RI Muhammad Kadafi menegaskan bahwa kampus bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang pembentukan karakter, kecerdasan akademik, serta kecakapan sosial mahasiswa.
“Kampus adalah fase transisi penting dari remaja menuju dewasa. Di sinilah mahasiswa ditempa untuk memiliki mental juara, rasa percaya diri, berpikir jernih, serta semangat berprestasi,” ujar Kadafi.
Ia juga menyoroti maraknya tindakan tidak terpuji yang terjadi di dunia pendidikan dan banyak diberitakan di media. Menurutnya, kegiatan sosialisasi seperti ini sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepedulian, saling mengingatkan, dan membiasakan mahasiswa untuk mengevaluasi tindakan sebelum bertindak.
“Kita harus menjaga jaringan pertemanan dan karakter sejak di kampus. Ini menjadi modal penting saat terjun ke masyarakat setelah wisuda,” tambahnya.
Kadafi berharap mahasiswa Universitas Bandar Lampung tumbuh sebagai generasi yang cerdas, disiplin, beretika, serta siap memegang estafet kepemimpinan bangsa. Ia juga mengapresiasi antusiasme peserta dan berharap kegiatan ini menjadi penguat kualitas lulusan UBL.
Prof. Erry: Kekerasan di Kampus Dipicu Relasi Kuasa dan Budaya Organisasi
Dalam pemaparannya, Prof. Erry Yulian Triblas Adesta mengajak peserta melihat persoalan kekerasan dan perundungan dari kacamata akademisi sekaligus orang tua dan kakek. Ia menegaskan bahwa perilaku bullying dan kekerasan di dunia pendidikan telah berlangsung lama dan masih menjadi masalah serius.
“Berbagai laporan nasional dan internasional mencatat peningkatan kasus kekerasan, termasuk kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. Banyak korban tidak melapor karena takut, merasa tidak akan dipercaya, atau khawatir mendapat ancaman nilai,” tuturnya.
Beberapa faktor pemicu kekerasan yang ia paparkan antara lain:
Penyalahgunaan relasi kuasa antara dosen–mahasiswa, senior–junior, maupun otoritas akademik lainnya.
Budaya organisasi yang membiarkan kekerasan dilakukan atas nama pembentukan karakter.
Minimnya sistem pelaporan yang aman, membuat banyak korban memilih diam.
Tidak adanya SOP penanganan yang jelas, termasuk sanksi pelaku dan pendampingan bagi korban.
Prof. Erry menegaskan bahwa tanpa pelaporan yang aman dan mekanisme tegas, kekerasan berpotensi terus berulang.
Harapan untuk Kampus yang Lebih Aman
Melalui kegiatan ini, Komisi X DPR RI bersama Kemendiktisaintek berharap seluruh perguruan tinggi semakin aktif membangun ekosistem pendidikan yang aman, berkarakter, dan bebas dari kekerasan.
Sosialisasi ditutup dengan ajakan bersama untuk memperkuat kesadaran, memperbaiki budaya kampus, dan memastikan adanya mekanisme perlindungan yang lebih baik bagi seluruh sivitas akademika.


