Media Soroti Dugaan Adanya Praktik Pungli Pengelolaan Dana Parkir Di Pasar Titiwangi-Candipuro

(pelitaekspres.com) – CANDIPURO – Pemerintah Desa (Pemdes) desa Titiwangi Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) diduga melakukan pungutan liar (pungli) pengelolaan parkir di Pasar Desa Titiwangi, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lampung Selatan, Senin  (17/11/2025).

Aksi yang diduga menjadi lahan bisnis ilegal dan tidak transparan ini berpotensi  tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur desa setempat.

Dugaan tersebut muncul setelah awak Tim media ini mencoba melakukan penelusuran terkait setoran dan sistem pengelolaan parkir yang dinilai penuh tanda tanya.

Menurut informasi yang dihimpun, terdapat tujuh titik parkir motor dan satu titik parkir mobil di area Pasar Desa Titiwangi. Masing-masing titik parkiran motor disetorkan sebesar Rp100.000 hingga Rp130.000, sedangkan titik parkir mobil dikenakan setoran tetap sebesar Rp120.000 per titik.

Semua setoran dari pengelola titik parkir dihimpun dan diserahkan kepada Ketua Parkir bernama Turiman. Namun, proses pengumpulan dana tersebut menuai sorotan lantaran tidak adanya transparansi hasilnya dan peruntukannya.

Saat awak media mencoba meminta akses melihat buku rekap setoran parkir, permintaan tersebut ditolak. Penolakan itu dikonfirmasi langsung oleh Ketua Pasar Desa Titiwangi, Muhtar Hadi, yang menyatakan bahwa pembukuan parkir tidak boleh dilihat pihak luar.

” Itu periuk kami, Pembukuan tidak boleh dilihat orang luar, ” kata ketua pasar desa titiwangi Muhtar Hadi, Sabtu (15/11/2025).

Muhtar juga menyampaikan bahwa dari total hasil parkir, terdapat setoran resmi kepada pemerintah desa dengan rincian :

Setoran ke desa: Rp250.000

Dana konsumsi (teh dan kopi): Rp30.000

Total: Rp280.000 per kegiatan pasar.

Sayangnya pernyataan tersebut berbeda dengan keterangan Kepala Desa Titiwangi, Sumari, yang dihubungi secara terpisah oleh tim media.

Dalam keteranganya, Sumari menyebutkan bahwa setoran parkir yang masuk ke desa seharusnya Rp300.000 setiap hari pasar, dan pasar tersebut beroperasi delapan kali dalam satu bulan.

Artinya, bila dihitung sesuai keterangan kepala desa, pemasukan desa dari sektor parkir seharusnya:

> Rp300.000 × 8 = Rp2.400.000 per bulan.

Perbedaan angka tersebut menimbulkan dugaan bahwa adanya oknum yang memainkan hasil parkir sebelum disetorkan ke pemerintah desa.

Dugaan liar muncul bahwa pengelolaan parkir tersebut hanya menjadi bisnis pribadi kelompok tertentu yang berlindung atas nama desa.

Sejumlah warga berharap pemerintah desa dan penegak hukum melakukan audit ulang terkait pengelolaan dana parkir.

“Saya mendukung kalau pengelolaan dana parkir itu untuk desa dan transparan, itu bagus. Namun kalau jadi bancakan oknum, itu harus ditindak,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini diperkirakan akan terus berkembang, terlebih setelah perbedaan data setoran parkir mencuat ke publik.

Ada selisih informasi antara Ketua Pasar dan Kepala Desa.

Pembukuan pengelolaan parkir ditutup rapat dan tidak boleh diakses media.

Dugaan adanya praktik pungutan liar (Pungli) muncul karena tidak ada regulasi dan transparansi.

Publik kini menunggu langkah lanjutan APH dan Sabar Pungli untuk melakukan penindakan terhadap pengelola pasar dan kepala desa Titiwangi kecamatan Candipuro Lamsel. (Ton/jun)

Tinggalkan Balasan