(pelitaekspres.com) –YAPEN- Polemik yang ditimbulkan dari pernyataan Bupati Kabupaten Kep. Yapen Provinsi Papua akibat pernyataannya di Hadapan pejabat dilingkungan Kementerian Dalam Negeri dalam kepentingannya terkait upaya pemekaran Provinsi Papua Utara, yang menyinggung perasaan masyarakat pegunungan tengah papua dari berbagai kalangan baik tokoh masyarakat maupun para politikus turut mendapat tanggapan dari Sekretaris DPW Lira Provinsi Papua, Yohanis Wanane; menurutnya bahwa hal yang dinyatakan oleh bupati tersebut sangat keliru namun dirinya tidak menyalahkan bupati seluruhnya, melainkan Tim dari kelompok pemekaran Papua Utara yang notabene berada di wilayah adat suku Saireri.
Diksi yang dipakai dalam isi pidato dari pak bupati telah disusupi sejak awal isu pemekaran Papua Utara dimainkan oleh kelompok tertentu yang memanfaatkan kebijakan Negara untuk pemekaran wilayah di Provinsi Papua untuk menjadi Daerah Otonom Baru, Wanane berujar bahwa pak bupati terjebak dalam kepentingan kelompok yang justru mengajukan proposal pemekaran wilayah bukan berdasarkan objektivitas wilayah saireri atau papua utara untuk dimekarkan, tapi menyasar pada subjektivitas yang tak pantas dipakai oleh mereka-mereka yang dibelakang namanya terpampang gelar akademik yang banyak.
Kelompok pemekaran ini yang kemudian menciptakan opini yang dikeluarkan oleh bupati Kab. Kepulauan Yapen dengan mengatakan bahwa, kita kebagian dana otsus dengan baik, ada juga yang mengatakan demi kesejahteraan masyarakat di wilayah saireri, dan banyak hal lagi yang tak dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, sementara pemekaran itu harus didahului dengan sesuatu yang akademis agar masyarakat di kampung-kampung tahu terkait hak yang akan diterima kalau pemekaran terjadi, kesejahteraan apa yang dimaksudkan oleh para elit tim pemekaran, dan apa keuntungan dan kerugiannya, apa urgensinya pemekaran tersebut bagi masyarakat yang ada di saireri yang jelasnya alasan yang dipakai harus objektif, bukan subjektif.
Oleh sebab itu, pernyataan yang disampaikan mereka ini tidak jujur, justru memakai diksi-diksi yang menyebabkan kegaduhan di masyarakat adat Papua, dan terlihat nuansa keserakahan dari tim pemekaran itu, dan korban pertama dari hal itu adalah pak bupati.
Yohanis sependapat dengan apa yang disampaikan oleh salah satu tokoh Pemudah Wilayah adat Saireri Harris Karubaba, S.IP, yang berdomisili di Kota Jayapura yang merespon apa yang disampaikan oleh Bupati Yapen tersebut tidak mewakili seluruh orang Papua dari rumpun adat saireri.
Harris juga mengatakan bahwa kami Warga Saireri tidak semuanya berpikiran sama seperti Para Bupati dan beberapa Tokoh Adat dari elemen sub suku, tokoh masyarakat dan tokoh Pemuda yang hadir dalam diskusi tersebut di Jakarta beberapa minggu lalu dalam acara diskusi tersebut Apa yang disampaikan beliau pak Bupati hanya mewakili sebagian tim pendukung pemekaran Provinsi papua bagian utara dalam sebuah forum presentasi di Jakarta. Dan bukan semua orang rumpun adat saireri, itu terbukti dengan tidak ada dua Bupati lainya yaitu Supiori dan Waropen itu artinya Aspirasi tersebut belum 100 persen mewakili Orang Saireri,” bahkan yang mengatasnamakan adat adalah bukan mereka yang jalan pakai kata pemuda adat, pemuda rumpun saireri sementara orang yang merupakan tokoh adat dan dipercayakan secara adat tidak dilibatkan. https://kabartifa.id/2022/04/04/pernyataan-bupati-yapen-terkait-dobdinilai-hanya-mewakili-sekelompok-orang-saireri/
Wanane justru melihat pertunjukan ketidakmampuan akademik oleh tim pemekaran tersebut, yang tidak mampu menyajikan, menjelaskan dan meyakinkan masyarakat adat di rumpun saireri apa keuntungan dari pemekaran yang mereka upayakan.
Oleh sebab itu, kalua alasan yang dipakai masih sama dengan apa yang disampaikan oleh Bupati Kepulauan Yapen tersebut dan menjadi polemik sampai hari ini maka “Pemerintah Pusat” melalui Kementerian Dalam Negeri dan juga DPR RI jangan memaksakan, Bahasa gaul di Papua itu “jangan maniso” untuk pemekaran yang tujuannya sebenarnya sudah bisa diprediksi semuanya bukan untuk kepentingan masyarakat melainkan untuk kelompok tersebut.
Dirinya juga mengingatkan kepada anggota legislatif di DPR RI dan DPD RI asal Dapil Papua, untuk bijak membangun opini terkait pemekaran, jangan ketidakmampuan akademiknya yang dipertontonkan padahal pake gelar akademiknya banyak, tidak malu k. anggota DPR RI tersebut berasal dari Papua dan sebagian besar suara yang mereka peroleh dari suara wilayah yang mereka sudutkan dalam pandangan mereka yang katanya ilmiah tersebut, bahkan terkesan melakukan pembohongan kepada pemerintah pusat, dengan memakai kata yang justru menebar ketakutan bagi Pemerintah Pusat dengan menyebutkan orang saireri menjadi ancaman berat bagi NKRI dalam konteks pemisahan diri dari NKRI dan sebagainya, jika tidak diakomodir pemekarannya.
Seandainya kalau ada ruang administrasi yang diatur negara untuk menurunkan atau membatalkan jumlah suara yang diperoleh dari wilayah tersebut yang menganut sistem noken kepada mereka untuk duduk di DPR RI maka saya akan meminta kepada masyarakat adat meepago dan lapago yang menganut sistem noken agar jalan tersebut ditempuh, karena mereka sudah sangat jelas dan terang tidak mampu menjadi telinga bagi suara rakyat papua berdemo menolak pemekaran dan mulut ke pemerintah Indonesia di Jakarta tentang kondisi ril di papua, maka semua abunawas ini dihentikan jika tak dapat dipertanggungjawabkan secara jelas.
Akhirnya dirinya juga menyampaikan kepada semua saudara Orang Asli Papua di wilayah Lapago dan Meepago bahwa itu adalah pernyataan kelompok pemekaran dan sifatnya politis dan bukan representasi pernyataan suku dari sisi sosiologis wilayah adat saireri.(Jhon | iD)