(pelitaekspres.com)- JAYAPURA – Kisruh Sekda Provinsi Papua memakan Korban, Ridwan Rumasukun yang ditunjuk Gubernur Papua sebagai Plt. Sekda Papua ditolak keberadaannya oleh unsur pimpinan oleh Rumasukun. (13/09/2021)
Plh.Sekda sontak meninggalkan Ruang Sidang DPR Papua, padahal kehadiran Rumasukun di Gedung DPR Papua adalah untuk membacakan sambutan Gubernur yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Papua dalam sidang yang digelar di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua.
Menurut laporan dari sumber di dalam gedung sidang, bahwa DPRD Prov. Papua menginginkan kehadiran Sekda definitif hasil Keputusan Presiden yakni Dance Yulian Flassy yang sah sesuai UU, sebab menurut Pimpinan DPRP bahwa “Sampai saat ini masih berlaku mengingat belum ada dasar hukum yang menyatakan bahwa Sekda yang ditunjuk oleh Presiden telah digantikan dengan Ridwan Rumasukun, bisa saja dasar hukumnya berupa Kepres yang intinya membatalkan Keppres Sebelumnya yang telah menunjuk Pak Dance Flassy sebagai Sekda Papua. Demikian disampaikan Yohanis Wanane
Yohanis Wanane merupakan Sekretaris LSM LIRA Papua, LSM yang telah dinobatkan oleh MURI sebagai LSM anti korupsi terbesar di Indonesia ini mengharapkan, Presiden Republik Indonesia melalui kementerian dalam negeri mengambil sikap tegas akan status ini, di sisi lain dirinya juga meminta negara serius mengurus hal tersebut, jika tidak segera diselesaikan maka berpotensi konflik pada masyarakat, sehingga Pemerintah diharapkan segera mengklarifikasi keabsahan antara Dance Yulian Flassy dan Ridwan Rumasukun, agar tidak ada dualisme yang berujung pada persoalan administrasi di Prov Papua.
Di Tempat terpisah Toenjes Swansen maniagasi, SH selaku Gubernur LSM Lira Papua menyampaikan bahwa dirinya juga setuju dengan Anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Papua Barat, Robert Kardinal mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah saatnya dan selayaknya menganti Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang kini dijabat oleh “Akmal Malik Piliang” dengan pejabat lebih professional dan memahami tentang kompleksitas permasalahan Pemerintahan Daerah. “Selama yang bersangkutan menjabat sebagai Dirjen Otda telah membuat kekisruhan, misalnya dalam kasus dualisme pejabat Sekretaris Daerah (Sekda) Papua,” kata Robert Kardinal kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/9/2021). Sehingga jika hal tersebut adalah sesuatu yang benar-benar menjadi persoalan maka Presiden Jokowi harus bisa melihat ini menjadi suatu persoalan yang harus segera dipecahkan, dan diberikan jalan keluarnya, terutama terkait keberadaan Sekda Papua. Maniagasi juga melihat hal yang disampaikan oleh Robert Kardinal adalah hal yang benar, sebab LIRA Papua sudah sejak awal mengkritisi hal tersebut.
Seperti diketahui bahwa masalahnya dimulai dari awal proses seleksi Sekda Papua tahun lalu (2020), dan menyebabkan terjadi penolakan oleh gubernur Papua, sebagai pejabat yang diberikan tanggung jawab menangani seleksi ini dan tercapai hasilnya tiga besar, mestinya melihat hasil seleksi itu calon yang memperoleh ranking tertinggi yang direkomendasi kepada Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg).
“Akibat dari ketidak becusan mengawal hasil dari seleksi tersebut itulah menimbulkan kekacauan di Papua sampai hari ini, yakni terjadinya kekacauan dualisme Sekda Papua. Bahkan yang terakhir dalam menanggapi dualisme pejabat Papua tersebut, Sekda yang dijabat oleh Dance Yulian Flassy dan Gubernur Papua Lukas Enembe mengangkat Ridwan Rumasukun sebagai Pelaksana Tugas/Plt, Dirjen Otda Akmal Malik Piliang dengan gampangnya menyatakan hal itu sebagai pembagian tugas.
Lira Papua meminta kepada Presiden agar jangan tutup mata dari persoalan ini, karena ada beberapa agenda Daerah dan Nasional yang harus dikawal serius oleh sekda, misalnya soal penganggaran dalam pengalokasian APBD untuk mengawal kebijakan pembangunan di Papua melalui kebijakan Otonomi khusus, dan kebijakan-kebijakan pemerintahan lainnya, kenapa kami minta ke Presiden karena menurut penilaian kami LIRA Papua bahwa nampaknya Menteri dalam Negeri tidak ada perhatian serius soal kisruh ini, tutur Maniagasi.