Kejari Lamsel terapkan Restoratif Justice, Irawan akhirnya Bebas

(pelitaekspres.com)-KALIANDA-Irawan bin Suyono (42) warga Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan ini akhirnya bisa menghirup udara segar, setelah Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Selatan Hutamrin, menyerahkan surat Keterangan penghentian penuntutan atas perkaranya, Rabu (19/08/2020) di Aula Kantor Kejaksaan setempat.

Sopir PTPN VII dan ayah 3 orang anak yang sebelumnya tersangkut perkara penggelapan Karet seberat 30 Kg dengan nilai kerugian ditaksir sekitar Rp. 572 ribu ini, sebelumnya telah menjalani penahanan oleh jajaran Polsek Tanjung Bintang karena perkaranya dianggap sudah masuh dalam proses peradilan.

Hadir dalam penyerahan surat keterangan penghentian penuntutan ini, Kapolres Lampung Selatan AKBP Eddi Purnomo SH SIK MM, para pejabat utama Kejaksaan Negeri Lamsel, Jajaran Polsek Tanjung Bintang, aparatur desa Tanjung Bintang Lamsel.

Hutamrin dalam keteranya menjelaskan bahwa penerapan Keadilan Retoratif ini adalahpertama kalinya di Indonesia melakukan penghentian penuntutan kepada tersangka Ir (27) salah seorang sopir yang diduga menggelapkan Karet saat bertugas dengan nilai kerugian sebesar Rp. 572 ribu yang diajukan oleh pihak kepolisian dari Polsek Tanjung Bintang karena sudah memenuhi proses peradilan baik materiil atau formil .

” Ini namanya Keadlan Retoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2010 yang ditetapkan pada tentanggal 1 Juli 2020, dimana Jaksa diberikan kewenangan untuk melakukan penghentian penuntutan, berdasarka Keadilan Restoratif, artinya penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelakuknya, korban dab keluarga pelaku / korban ataupun pihak lainya yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali kepada keadaan semula , jadi perdamaian antara korban dan pelaku yang mengedepankan rasa keadilan dalam masyarakat itulah Keadilan Restoratif ” Kata Hutamrin.

penghentian ini penuntutan oleh Jaksa ini ada dasarnya, jadi tidak serta merta melakukan penghentian penuntutan, tetapi kepada perkara perkara yang ancakan hukumannya lebih 5 tahun, nilai kerugian tidak lebih dari Rp. 2,5 juta, serta sudah ada surat perdamaian yang ditanda tangani antara pelaku dan korban, dan bukan Rasidivis, hal itu sesuai dengan Perja Nomor 15 tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif ” Tuturnya.

Pelaksanaan ini dilakuan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan melaporkan secara berjenjang kepada kepala Kejaksaan Negeri, Kemudian meneruskanya kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.

Proses kami pada saat ini dengan telaah itu kami melakukan permohonan kepada Kejaksaan Tinggi, apakah kejaksaan tinggi menyetujuti atau tidak menyetujui dengan permohonan penghentian penuntutan itu ” Lanjut Hutamrin.

kita punya standarisasi untuk melakukan pengawasan jangan sampai pula jaksa melakukan Restoratif semaunya, karena dalam Perja 15/2020 sudah diatur mana perkara yang dapat dilakukan Keadilan Restoratif, jadi ada kategorinya termasuk waktunya ” Tuturnya lagi.

Dalam penerapan keadilan Restoratif itu sudah ada kepastian waktu, yakni selama 14 hari pada saat tahap kedua yakni penyerahan penahanan dan barang buktinya dari Polisi kepada kejaksaan, maka JPU melakukan mediasi perdamaian antara Pelaku dan Korban, apabila sudah ada perdamaian antara pelaku dan korban, maka JPU wajib mengirimkan surat kepada Kejaksaan tinggi, kemudian dalam waktu 3 hari Kejaksan tinggi wajib memberikan jawaban apakah permohonan keadilan Restoratif itu diterika atau ditolak.

Sedangkan penahanan tersangka tetap dilakukan, namun setekah ada putusan dari Kejati dan dikabupkan permohoban Keadilan Restoratif, maka yang bersangkutan akan keluarkan, tetapi kalau ditolak maka proses peradilan akan dilanjutkan.

Perja 15 tahun 2020 ini dimaksudkan jangan sampai ada perkara-perkara kecil masuk dalam persidangan yang seharusnya dapat diselesaikan perdamaian dan keadilan masyarakat terpenuhi, serta azas persidangan cepat dan sederhana dapat terpenuhi ” Pungkasnya.(cak Ton)

Tinggalkan Balasan