Sidang Perdana Kasus Korupsi APAR Empat Lawang: Jaksa Bongkar Penyimpangan, Penasihat Hukum Balik Menyerang!

(pelitaekspres.com) – PALEMBANG –‎‎Sidang perdana terdakwa Aprizal (AP) kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Kabupaten Empat Lawang dengan agenda pembacaan dakwaan dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Pitriadi SH., MH., di gelar Pengadilan Negeri Tipikor Palembang, Senin (29/09/25).

‎‎Jaksa Penuntut Umum (JPU) menguraikan  dakwaan AP di duga melakukan penyimpangan anggaran dalam program pengadaan APAR  yang dibiayai dari dana desa di 147 desa se Kabupaten Empat Lawang.

‎‎Program tersebut, dinilai bermasalah sejak awal karena dipaksakan masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tanpa melalui mekanisme musyawarah desa.

‎‎”Bahwa terdakwa AP memasukkan paket pengadaan APAR ke dalam APBDes di seluruh desa secara otomatis, tanpa melalui mekanisme musyawarah desa sebagaimana mestinya,” ungkap JPU di hadapan majelis hakim.

‎‎Tidak hanya itu, jaksa juga menuding adanya praktik mark-up harga serta laporan pertanggungjawaban fiktif dalam pelaksanaan program tersebut.

‎‎Dari dakwaan juga terungkap, sebagian besar anggaran justru tidak digunakan untuk membeli APAR sesuai perencanaan, melainkan dialihkan ke pengadaan selang pompa pemadam.

‎‎” Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian negara, karena dana desa tersebut tidak di manfaatkan semestinya,” kata JPU.

‎‎Atas dasar tersebut, penuntut umum mendakwa Aprizal dengan Pasal 2 ayat (1)jo Pasal 18 ayat (1), Pasal 3jo Pasal 18 ayat (1), serta Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. .

‎‎Namun, dakwaan itu langsung dibantah oleh pihak terdakwa. Melalui tim penasihat hukumnya dari kantor hukum DR Hasanal Mulkan SH., MH., & Partner yakni Subrata SH., MH., Sagito SH., MH., Muhammad Ricko Prateja SH., Ardiansah SH., Medi Rama Doni SH., MH., Prengki Adiatmo SH., dan Dian Chandra Kirana SH., mereka menyatakan tidak sependapat dengan uraian penuntut umum.

‎‎Subrata SH., MH menegaskan bahwa ‎sikap resmi atas dakwaan JPU terkait terkesan dipaksakan, dakwaan tersebut dibangun di atas asumsi, bukan pada fakta hukum yang valid dan alat bukti yang sah karena hampir seluruh konstruksi dakwaan hanya mengaitkan nama kliennya.

‎‎” Padahal program APAR ini merupakan program desa, sehingga tidak ada kaitannya dengan jabatan klien kami sebagai tenaga ahli DPRD Kabupaten Empat Lawang, klien kami dalam hal ini bertindak sebagai pihak swasta yang mengadakan atau menjual APAR ke pihak desa,” katanya.

‎‎Namun katanya yang jadi aneh dan ironisnya kliennya di tetapkan sebagai tersangka dan menjadi terdakwa di persidangan ini.  ” Dengan demikian, menempatkan Klien kami sebagai pihak yang dianggap mengatur seluruh desa di Empat Lawang adalah logika hukum yang tidak rasional,” jelasnya.

‎‎Lanjut kata Subrata, fakta di lapangan membuktikan bahwa tidak  semua desa melaksanakan program APAR, bahkan ada yang menolak atau melakukan pembelian mandiri, ini menegaskan bahwa tidak ada pemaksaan sebagaimana yang dituduhkan.

‎‎Musyawarah desa tetap dilakukan di beberapa lokasi, sehingga tuduhan bahwa program ini sepenuhnya tanpa persetujuan masyarakat tidak sesuai dengan kenyataan.

‎‎” Beberapa desa justru membeli barang dari pihak lain di luar arahan klien kami, yang membuktikan bahwa ia tidak memiliki kendali penuh sebagaimana dipaksakan dalam dakwaan,” tegasnya.

‎‎Oleh karena itu, pihakanya meminta publik untuk obyektif menilai perkara ini,  pemberantasan korupsi memang kewajiban negara. Namun pemberantasan korupsi tidak boleh dijadikan alat untuk mengorbankan seseorang sebagai kambing hitam.

‎‎” Kami akan membuktikan di persidangan bahwa dakwaan ini tidak berdasar hukum, penuh kejanggalan, dan justru mengaburkan siapa pihak yang seharusnya bertanggung jawab,” tutupnya. (dkd)

Tinggalkan Balasan